Anaknya akan diambil dan para gundik ini akan ditendang ke luar rumah bak ‘habis manis
sepah dibuang’.
Diketahui umum bahwa sistem ini di mata rakyat dipandang hina dan seorang gundik betapa baiknya taraf kehidupan materialnya.
Para gundik hanya menghadapi cemooh, cerca dan celaan dari bangsanya sendiri.
Anak-anak yang dilahirkannya memperoleh status ayahnya dan lazimnya juga bersikap kurang hormat terhadap ibunya.
Alhasil banyak nasib para gundik ini menjadi gila, bunuh diri, dan hidup tak karuan.
Sementara itu, kehidupan antara serdadu dengan perempuan-perempuan yang tinggal dalam tangsi digambarkan Mantan Perwira KNIL, S.E.W. Roorda van Eysinga dengan sangat memprihatikan.
Hubungan badan di dalam barak militer selayaknya hewan.
Mereka melakukan hubungan dalam barak militer tanpa sekat-sekat yang menutup di setiap tempat tidur.
Berbeda dengan serdadu yang berasal dari luar Hindia Belanda, serdadu pribumi yang masuk dalam tentara kolonial biasanya sudah menikah.
Mereka biasanya juga menjadi kepala keluarga di usia muda.
Hal ini terjadi karena kebiasaan perjodohan di kalangan orang Jawa.
Baca Juga: Kisah Nyai Djelema, Seorang Ibu yang Terasing bagi Anak-anak Blasterannya
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR