Penulis
Intisari-Online.com - Nyai adalah perempuan yang dipelihara oleh pejabat kolonial atau swasta-swasta Belanda yang kaya.
Mereka menjalani hidup seperti itu dikarenakan terpaksa karena faktor kemiskinan yang dideritanya.
Namun, tidak semua nyai buruk dan bodoh.
Fenomena pernyaiandimulai pada awal pemerintah kolonial Belanda yaitu awal abad ke -19.
Tepatnya yakni ketika jumlah perempuan Eropa sangat sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah prianya.
Bangsa eropa memiliki kebiasaanhanya memanggil seseorang dengan nama kelompok.
Hal itu berimbas juga kepada para nyai Djelema yanghingga akhir hidupnya, anak keturunannya tidak mengetahui siapa nama ibunya sebenarnya.
Hal itu terjadi lantaran sang majikan yang bernama Aart dan berkebangsaanBelanda selalu memanggil nyai ini dengan sebutan djelema.
Dalam bahasa Sunda djelema berarti orang.
Sementara nyai Djelema adalah orang Bandung yang tinggal dengan anggota militer yang bernama Aart.
Baca Juga: Kode 'Tjari Perempoean' Dituturkan Lelaki Eropa, Mencari Gundik?
Setelah hidup bersama dan menghasilkan beberapa keturunan akhirnya merekamenikah secara resmi.
Lebih dari 40 tahun mereka hidup bersama hingga Aart meninggal di usia 76 tahun.
Setelah Aart meninggal, anak keturunannya satu per satu pergi ke Belanda, hingga akhirnya Djelema tinggal sebatang kara ditinggal oleh anak-anaknya.
Bahkan dalam dunia sipil para nyai sering dipanggil dengan nama Mina.
Sehingga anak-anak yang dilahirkan dari hubungan pernyaian kebanyakan tidak mengetahui nama asli ibu mereka.
Anak-anak ini mengetahui setelah dewasa dan membaca akta pengakuan dari ayah mereka.
Hal ini diperkuat dengan beberapa sumber yang ditemukan berupa conduitstaten dan stamboek yang tidak menyebutkan nama terang dari nyai itu sendiri.
Dalam sumber tersebut hanya akan tertulis sebagai Mina atau Inlandesch Vrouwen.
Sedangkan dalam masyarakat Batavia penyebutan seseorang perempuan yang hidup dalam pergundikan dengan laki-laki Eropa atau China akan jelas terlihat seperti dengan julukan dalam bahasa melayu rendah yaitu bini piaraan atau istri piaraan.
Orang-orang Belanda jugamenamakan pelacuran dengan sebutan Sarina.
Sarina merupakan bangsa pribumi yang berprofesi sebagai gundik.
Baca Juga: Kisah Raden Wijaya dan Gundik Cantiknya Memadu Kasih dalam Pura
Awalnya ia hanya melayani dan mengurus keperluan hidup para serdadu Eropa yang bertugas di Hindia Belanda.
Namun lama kelamaan, Sarina dijadikan sebagai wanita pelacur oleh para prajurit tersebut.
Sehingga nama Sarina kemudian dikenal sebagai istilah rahasia untuk menyebut pelacuran di dalam tangsi militer.
Baca Juga: Kisah Moeinah: Nyai asal Surakarta 'Menemani' Tuan Eropa Sekaligus Anaknya
(*)