Kisah Moeinah: Nyai asal Surakarta 'Menemani' Tuan Eropa Sekaligus Anaknya

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

(Ilustrasi) Kehidupan Nyai Era Kolonial Belanda

Intisari-Online.com -Fenomena keberadaan “Nyai” dimulai pada awal pemerintah kolonial Belanda yaitu awal abad ke -19.

Tepatnya yakni saat jumlah perempuan Eropa sangat sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah prianya.

Perlu Anda ketahui bahwa nyai adalah perempuan yang dipelihara oleh pejabat kolonial atau swasta-swasta Belanda yang kaya.

Mereka menjalani hidup seperti itu dikarenakan terpaksa karena faktor kemiskinan yang dideritanya.

Namun, tidak semua nyai buruk dan bodoh.

Ketika seorang perempuan menjadi nyai, maka kehidupan ekonominya otomatis menjadi lebih baik.

Dia dapat hidup lebih nyaman, dan disegani daripada sebelumnya.

Selera dan gaya hidupnya pun menjadi tinggi, sama seperti tuan mereka.

Di mata rakyat jelata, nyai sudah tidak dianggap sebagai bagian dari mereka.

Meski begitu ada juga kisah nyai asal Surakarta yang nampaknya kurang menyenangkan.

Baca Juga: Percintaan Lelaki Eropa dan Gundik Pribumi Bagai Pertemuan Langit-Bumi

Namanya ialahMoeinah dan diarenakan alasan ekonomi, Moeinah bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada lelaki Eropa bernama Daniel Baay.

Pada suatu ketika, Moeinah mendapat perhatian dari anak Daniel Baayyang bernama Louis Baay.

Hubungan asmara antara Louis Baay dan Moeinah tidak dipermasalahkan oleh ayahnya.

Bahkan sang ayah menyetujui hubungan tersebut.

Lalu Louis Baay dan Moeinah tinggal di villa kedua si Tuan Belandayaitu di daerah Villa Park Surakarta.

Kepahitan Moeinah mulai muncul ketika anak hasil hubungan mereka lahir kedunia.

Moeinah diusir dari rumah tanpa belas kasihan, dan Moeinah diberiperingatan untuk tidak menampakkan diri di dekat rumah atau anaknya.

Sejak saat itu, Moeinah kembali lagi ke keluarganya di kampungnya.

Baik di “dunia” Eropa maupun di “dunia” pribumi hampir-hampir dia tidak dapat diterima.

Seorang nyai kehilangan ikatan-ikatan primordialnya antara lain ikatan kerabat, ikatan desa, ikatan religious dan lain sebagainya.

Kalau di satu pihak nyai menikmati kesejahteraan material, di pihak lain alinasi yang terus-menerus dialami menimbulkan keresahan batin.

Baca Juga: Nyai Mengajarkan Bahasa Pribumi dan Menjembatani Adat di Hindia Belanda

Suatu kenyataan ialah bahwa status seorang gundik tetap rendah di kedua “dunia” itu.

Di kalangan Eropa seorang nya tidak diakui sebagai isteri seorang Belanda, maka dunia itu tertutup baginya.

Di kalangan pribumi dia dijauhi atau dikucilkan maka tidak ada keleluasaan bergaul dengan komunitas pribumi.

Baca Juga: Kode 'Tjari Perempoean' Dituturkan Lelaki Eropa, Mencari Gundik?

(*)

Artikel Terkait