Percintaan Lelaki Eropa dan Gundik Pribumi Bagai Pertemuan Langit-Bumi

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

(Ilustrasi) Hidup bersama seorang gundik atau nyai memberikan beberapa keuntungan bagi lelaki Eropa.

Intisari-Online.com -Bagi seorang perempuan pribumi, menjadi seorang gundik atau nyai merupakan sebuah dilema sosial tersendiri, mengingat mereka adalah seseorang yang berasal dari negara yang terjajah.

Seorang nyai harus melayani seorang lelaki Eropa dan merendahkan diri mereka di depan bangsa sendiri serta harus terpaksa menempatkan diri di luar masyarakat pribumi.

Posisi mereka bukanlah seorang pelacur, walaupun seorang gundik dianggap rendah oleh masyarakat pribumi atau pun masyarakat Eropa.

Posisi seorang gundik adalah diantara perempuan biasa dan seorang pelacur.

Di Hindia Belanda, pertemuan dua ras yang berbeda berkembang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bentangan budayanya.

Pertemuan dan percampuran antar ras menjadi bagian dari moral dan kebiasaan di wilayah Hindia Belanda.

Laki-laki lajang, baik dari kelas atas maupun kelas bawah akan hidup bersama dengan seorang gundik pribumi.

Orang-orang pribumi juga bekerja di rumah aparatur pemerintahan dan pejabat tinggi Eropa.

Biasanya orang-orang Eropa ini menempati rumah dinas yang bukan hanya mereka huni sendiri.

Tak tinggal sendiri, mereka ditemani orang-orang pribumi sebagai pembantu rumah tangga.

Baca Juga: Wanita Pribumi 'Mendambakan' Kerja sebagai Babu Orang Eropa, Kok Bisa?

Sebagian besar kaum laki-laki Eropa digundahkan oleh ketidakhadiran seorang istri yang selayaknya mengurus kehidupan sehari-hari mereka.

Oleh karena itu umumnya mereka mencari jalan keluar dengan mengawini wanita-wanita pribumi tersebut.

Seorang nyai bertugas mengatur rumah tangga, dan hidup bersama lakilaki Eropa yang telah mengambilnya sebagai seorang nyai.

Nyai akan tinggal bersamanya, makan dengannya, menemaninya dan tidur bersamanya.

Namun, seorang nyai tidak mempunyai derajat yang sama dengan tuannya.

Hubungan kaum Eropa dengan wanita pribumi tidak dikukuhkan sebagai hubungan perkawinan.

Hal itulah yang menyebabkan hubungan mereka dapat diputuskan menurut kemauan di Tuan Eropa.

Fenomena pernyaian ini dipicu karena golongan Tuan Eropa yang menjadi asisten datang sebagai fortuin zoekers (pencari harta).

Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka termasuk trekkers (pengembara) dan tidak blijvers (menetap).

Sifat sementara ini sangat mempengaruhi gaya hidup, terlebih dalam masalah etika dan moral, antara lain ikatan perkawinan yang tidak terlalu ketat.

Di kalangan pribumi, para gundik dijauhi atau dikucilkan maka tidak ada keleluasaan bergaul dengan komunitas pribumi.

Baca Juga: Mengapa Manusia Menjadi Dimensi Penting dalam Sejarah? Simak Lengkapnya

Proses adaptasi kaum Eropa kepada lingkungan tropis dan kebudayaan pribumi juga membentuk gaya hidup mestizo.

Gaya hidup ini mencakup antara lain: arsitektur, pakaian, makanan, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Dianggap Sumber Kebobrokan Moral, Praktik Pergundikan Diprotes Meski Menguntungkan

(*)

Artikel Terkait