Intisari-Online.com - Sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke-17, gundik sudah menjadi semacam kebutuhan.
Persoalan pergundikan memang bukan sesuatu yang baru.
Namun baru pada pemerintahan J.P. Coen, sebagai Gubernur Jenderal kedua VOC, ia mengajukan kepada Heeren XVII, agar dikirimkan wanita dari Belanda.
Hal itu menurutnya perlu lantaran kebutuhan biologis para serdadu juga ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi.
Permintaannya itu ditolak sehingga praktik pergundikan yang mayoritas diisi oleh wanita pribumi semakin merajalela.
Orang Belanda memang hobi memberikan nama profesi rendahan yang diambil dari orang-orang pribumi.
Salah satunya untuk menamakan pelacuran dengan sebutan Sarina.
Sarina merupakan bangsa pribumi yang berprofesi sebagai gundik.
Awalnya ia hanya melayani dan mengurus keperluan hidup para serdadu Eropa yang bertugas di Hindia Belanda.
Namun lama kelamaan, Sarina dijadikan sebagai wanita pelacur oleh para prajurit tersebut.
Sehingga nama Sarina kemudian dikenal sebagai istilah rahasia untuk menyebut pelacuran di dalam tangsi.
Baca Juga: Para Bintara KNIL Punya Kamar Sendiri dengan Gundiknya, Sementara Prajuritnya Mengenaskan
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR