Sedikit demi sedikit, para Wali Songo menyisipkan nilai-nilai dan ajaran Islam melalui pendekatan budaya yang sudah berkembang di masyarakat.
Sehingga terjadilah apa yang dinamakan akulturasi dan asimilasi budaya.
Akulturasi dan asimilasi budaya adalah adaptasi budaya lama yang sudah ada, dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.
Pada akhirnya, metode dakwah yang dilakukan oleh para Wali Songo ini benar-benar merangkul dan merengkuh semua lapisan masyarakat.
Tidak ada satupun wali yang melakukan cara-cara kekerasan dalam berdakwah.
Dengan begitu, proses adaptasi, asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapar berjalan dengan harmonis dan minim konflik.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan besar dalam cara-cara dakwah. Khususnya cara-cara dakwah kontemporer dengan menggunakan propaganda media sosial.
Sebab telah berkembang cara-cara dakwah yang tidak beretika. Di mana kini muncul pemikiran-pemikiran ekstrim di Indonesia.
Seolah memberi ruang untuk saling memaki, saling mencaci, saling mencela, berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Kini, forum dan kajian dakwah Islam yang dihiasi dengan pernyataan-pernyataan menghasut dan menghina ormas lslam lain.
Sungguh merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan apabila masih dibiarkan dan tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan.
Baca Juga: Mengapa Sunan Kudus Melarang Menyembelih Sapi Saat Hari Raya Idul Adha di Wilayah Kudus?
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR