Intisari-Online.com - Apakah Anda sudah pernah menonton film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta?
Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta adalah sebuah film sejarah Indonesia yang bisa Anda tonton di Netflix.
Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan rilis pada 2018 silam.
Film ini menceritakan kisah Sultan Agung, raja ketiga Kerajaan Mataram yang memerintah pada 1613-1646.
Ada beberapa poin menarik dalam film ini. Sebab film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta merupakan kisah nyata dari kisah Sultan Agung sendiri.
Misalnya kisah Sultan Agung yang harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai-berai oleh politik Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Lalu dia tidak bisa menikahi cinta sejatinya, Lembayung, dan menikah dengan perempuan ningrat yang bukan pilihannya.
Poin terakhir adalah soal kemarahan Sultan Agung kepada VOC. Dia bahkan berani mengibarkan Perang Batavia.
Mengapa Sultan Agung sangat membenci VOC?
Dilansir dari kompas.com pada Selasa (10/1/2023), Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) merupakan Kongsi Dagang Hindia Belanda didirikan oleh Belanda pada 1602.
Tujuan VOC adalah untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah Indonesia.
Baca Juga: Mengapa Sultan Agung Bersikeras Untuk Mengusir VOC dari Batavia dan Mengapa Tidak Berhasil?
Apa yang dilakukan VOC ini lantas memicu berbagai pemberontakan dan perang. Salah satunya datang dari Sultan Agung.
Saat itu, Sultan Agung sangat marah kepada VOC gara-gara mereka tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram.
Di mana perjanjian itu berkaitan dengan membangun kantor dagang di Batavia.
Selain itu, Sultan Agung sangat menentang kehadiran VOC di Nusantara. Terutama di Pulau Jawa.
Sultan Agung menyerang VOC sebanyak dua kali.
Serangan pertama kepada VOC terjadi pada 22 Agustus 1628.
Serangan Sultan Agung itu dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa yang memimpin sekitar 10.000 pasukan Mataram.
Mereka menyerang VOC dengan dahsyat.
Sebagai balasan, VOC membalas dengan menembakkan meriam-meriamnya tiada henti.
Akibatnya, satu per satu pasukan Mataram gugur. Dilaporkan 1.000 prajurit Mataram tewas dan ini membuat pasukan Sultan Agung mundur.
Serangan kedua kepada VOC terjadi pada 1629, setahun setelah serangan pertama.
Baca Juga: Siapa Itu Sultan Agung yang Tidak Pernah Mau Berdamai dengan VOC?
Kali ini, serangan dipimpin oleh tiga orang, yaitu Kiai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purabaya.
Mereka membawa pasukan Mataram yang jumlahnya lebih banyak daripada serangan pertama, yaitu sekitar 14.000 prajurit Mataram.
Sebagai tambahan serangan, pasukan Mataram mendirikan lumbung-lumbung padi di daerah Tegal dan Cirebon. Ini berguna untuk berbekalan selama pertempuran.
Sayangnya, taktik ini diketahui oleh VOC dan mereka membakar lumbung-lumbung padi tersebut.
Hal ini membuat pasukan Mataram tidak memiliki perbekalan lagi dan membuat serangan kedua juga gagal.
Setelah Sultan Agung wafat pada 1645, Mataram pun jatuh ke tangan VOC.
Baca Juga: Berikut Ini 3 Pengaruh Adanya Kolonialisme Belanda di Indonesia
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR