Kini Jadi Juara Piala Dunia 2022, Ini Alasan Argentina Sedikit Memiliki Pemain Kulit Hitam di Dalam Skuad Piala Dunianya

Mentari DP

Penulis

Mengapa Argentina sedikit memiliki pemain kulit hitam di Piala Dunia?
Mengapa Argentina sedikit memiliki pemain kulit hitam di Piala Dunia?

Intisari-Online.com - Argentina berhasil menjadi juara Piala Dunia 2022.

Di babak final Piala Dunia 2022, Argentina berhasil mengalahkan juara Piala Dunia 2018, Prancis, lewat drama adu penalti.

Dalam pertandingan ini ada banyak rekor, sejarah, dan fakta yang terpecahkan.

Tapi jika kita melihat ke dalam skuad timnas Argentina, ada satu fakta menarik di dalamnya, yaitu mengapaArgentina sedikit memilikipemain kulit hitam di Piala Dunia?

Fakta itu sedikit berbeda dengannegara Amerika Selatan lainnya seperti Brasil yang memiliki beberapapemain kulit hitam di dalam skuadnya.

Dilansir dariwashingtonpost.com pada Senin (19/12/2022), berdasarkan sensus penduduk Argentina pada 2010, rupanya hanya149.493 orang atau 1% penduduk negara itu yang orang kulit hitam.

Sementara jumlah penduduk Argentina sekitar45,81juta pada 2021.

Soal adanyaorang kulit hitam di Argentina bermula saatkira-kira 200.000 tawanan Afrika mendarat di pantai Río de la Plata selama periode kolonial Argentina, dan, pada akhir abad ke-18, sepertiga populasinya adalah orang kulit hitam.

Ada beberapa alasan mengapa jumlah penduduk Argentina yang berkulit hitam sedikit.

Salah satunya beberapa mitos di Argentina.

Mungkin mitos pertama dan paling populer adalah bahwa pria kulit hitam digunakan sebagai "umpan meriam" yang mengakibatkan banyak korban jiwa selama perang sepanjang abad ke-19.

Baca Juga: Prancis Kalahkan Maroko, Bak Mengulang Sejarah Pertempuran Tours Saat PasukanCharles MartelMenyerangPasukan Muslim

Tentara revolusioner, misalnya, mewajibkan orang yang diperbudak untuk berperang dalam perang kemerdekaan Argentina (1810-1819) melawan pasukan Spanyol, dengan janji kebebasan setelah bertugas selama lima tahun.

Namun alih-alih mati di medan perang, banyak yang meninggalkan begitu saja dan memilih untuk tidak kembali ke tempat kelahiran mereka, seperti yang dikatakan oleh sejarawan George Reid Andrews.

Roll call mengungkapkan bahwa pada tahun 1829 unit militer Cazadores Keempat Afro-Argentina kehilangan 31 tentara tewas dan 802 desersi.

Beberapa dari pria ini pindah ke utara hingga Lima, Peru. Sementara beberapa meninggal dan beberapa pergi, yang lain kembali ke rumah.

Data sensus dari Buenos Aires, kota terpadat di Argentina, mengungkapkan populasi keturunan Afrika lebih dari dua kali lipat dari tahun 1778 hingga 1836.

Mitos lain berpendapat bahwa karena tingginya angka kematian pria kulit hitam yang disebabkan oleh perang abad ke-19, wanita kulit hitam di Argentina tidak punya pilihan selain menikah, hidup bersama atau menjalin hubungan dengan pria Eropa — yang menyebabkan “hilangnya” orang kulit hitam.

Mitos lain tentang kurangnya representasi kulit hitam dalam budaya Argentina berfokus pada wabah penyakit, terutama demam kuning pada tahun 1871.

Beberapa berpendapat bahwa banyak orang kulit hitam Argentina tidak dapat pindah dari daerah yang sangat terinfeksi di Buenos Aires karena kemiskinandan ini membuatmereka meninggal karena penyakit.

Tapi mitos ini dibantah karena ada data yangmenunjukkan bahwa wabah tidakmenyebabkan berkurangnya populasi kulit hitam.

Padahal selamaberabad-abad,Argentina telah menjadi rumah bagi banyak orang kulit hitam. Tidakhanya populasi orang yang diperbudak dan keturunannya, tetapi juga para imigran.

Namun para pemimpin kulit putih Argentina seperti Domingo Faustino Sarmiento, mantan Presiden Argentina (1868-1874), membuat narasi berbeda yang berbeda dan mengaitkan Argentinadengan warisan Eropa, bukan Afrika atau Amerindian.

Baca Juga: Argentina ke Final Piala Dunia 2022 Qatar,Menguak RahasiaKota Rosario yang Lahirkan Pemain Bintang Seperti Lionel Messi hinggaAngel Di Maria

LaluArgentina menghapus perbudakan pada tahun 1853 di sebagian besar negara dan pada tahun 1861 di Buenos Aires.

Dengan sejarah perbudakan di belakangnya, para pemimpin Argentina memusatkan perhatian pada modernisasi dan memandang Eropa sebagai tempat lahir peradaban dan kemajuan.

Mereka percaya bahwa untuk bergabung dengan barisan Jerman, Prancis, dan Inggris, Argentina pun harus menggusur populasi orang kulit hitamnya — baik secara fisik maupun budaya.

Baca Juga: Kini Maroko Kalahkan Portugal di Piala Dunia 2022, Dulu Panglima Perang Maroko Juga Berhasil TaklukkanSemenanjung Iberia

Artikel Terkait