Dia lalu belajar kepada ulama-ulama terkemuka di berbagai negara.
Di antaranya Syekh Abdullah Muhammad bin Abdul Baqi di Yaman, dan Syekh Abu al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub al-Khalwati Al-Quraisyi di ke Damaskus (Suriah).
Pada September 1684 M, Syekh Yusuf pernah ditangkap dan diasingkan ke Srilanka.
Meski begitu, di negeri itu, Syekh Yusuf tetap berdakwah. Bahkan dia memiliki murid ratusan yang berasal dari India Selatan.
Salah satu ulama besar India, yang merupakan santrinya adalah Syekh Ibrahim bin Mi’an.
Melalui jamaah haji yang singgah di Srilanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara.
Namun oleh Belanda, dia diasingkan yang lebih jauh lagi, yakni ke Afrika Selatan pada bulan Juli 1693.
Lagi-lagi Syekh Yusuf masih tetap berdakwah. Di Afrika Selatan, pengikutnya banyak sekali.
Pada tanggal 23 Mei 1699 M, Syekh Yusuf wafat dan para pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan.
Bahkan, Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’.
Jenazah Syekh Yusuf Tajul Khalwati dibawa ke Gowa atas permintaan Sultan Abdul Jalil (1677-1709 M) dan dimakamkan kembali di Lakiung, pada April 1705 M.
Kemudian Syekh Yusuf dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto.
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Ajaran Islam Mudah Diterima oleh Masyarakat Indonesia
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR