Intisari-online.com - Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) telah menanggapi insiden yang menewaskan sedikitnya 131 orang di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Insiden yang dikenal dengan sebutan Tragedi Kanjuruhan tersebut, menjadi insiden paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.
FIFA pun langsung meresponnya dan memberikan surat kepada Presiden Jokowi.
Dalam surat tersebut, FIFA justru tak memberikan sanksi pada sepak bola Indonesia, namun memberikan poin penting pada polisi Indonesia.
Mengutip KompasTV, Sabtu (8/10/22), pihak keamanan, mulai stewart hingga polisi yang bertugas dalam sebuah pertandingan.
Diwajibkan untuk memahami standart regulasi yang sudah ditetapkan oleh FIFA.
Poin soal keamanan merupakan salah satu hal penting dalam surat yang dikirimkan oleh FIFA kepada Presiden Jokowi.
Dalam pidatonya Jokowi menyebut FIFA tak akan memberikan sanksi pada sepak bola Indonesia terkait Tragedi Kanjuruhan.
Namun, Presiden FIFA, Gianni Infantino menekankan akan fokus pada pengamanan di stadion.
Poin ke-2 dalam surat FIFA kepada Jokowi menyebut pihak kepolisian harus memiliki rencana matang, sebelum dan sesudah pertandingan.
Hal ini juga menyangkut prosedur keamanan jika terjadi kericuhan di lapangan.
Selain itu, FIFA meminta pihak keamanan yang bertugas mengetahui aturan yang sudah disepakati.
"Kebijakan standar untuk kepolisian dan petugas keamanan dalam hal manajemen kerumunan sebelum, selama, dan setelah pertandingan harus dikembangkan sesuai dengan standar keselamatan internasional," bunyi poin ke-2 FIFA.
Untuk diketahui, tim keamanan pada laga Arema FC vs Persebaya, pada Sabtu (1/10) menjadi sorotan publik.
Pasalnya tindakan sembrononya menembakkan gas air mata menjadi penyebab tewasnya ratusan orang di dalam stadion.
Orang-orang di dalam stadion berdesak-desakan menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh aparat.
Tragedi ini mengakibatkan ratusan orang terluka, bahkan sedikitnya ada 131 orang meninggal dunia.
Insiden ini menjadi tragedi mematikan kedua di dunia setelah tragedi serupa terjadi di Lima, Peru, pada 1964 silam.
Salah satu hal yang disoroti publik, adalah penggunaan gas air mata yang berlebihan seusai pertandingan.