Karena ia tidak memiliki hak asasi manusia yang sepantasnya.
Namun, yang membuatnya menjadi menarik adalah Nyai Ontosoroh sangat sadar dengan kondisi tersebut.
Hal ini mendorongnya untuk berusaha keras dengan terus menerus belajar agar diakui sebagai seorang manusia.
Menurut pendapatnya, satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk melawan penghinaan, kebodohan, dan kemiskinan adalah dengan belajar.
Imajinasi Pram tentang Nyai Ontosoroh seolah-olah menggambarkan keadaan Indonesia pada masa itu.
Bahkan mungkin hingga saat ini.
Dalam buku itu Pram menggambarkan Nyai Ontosoroh sebagai potret seorang pribumi wanita yang bermartabat.
Meski ia selalu dihina dengan keadaan hidupnya saat itu.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR