Intisari-Online.com- Elite masyarakat dan para penguasa di banyak peradaban kuno biasanya tak hanya memiliki seorang istri.
Mereka juga memilikiselir atau gundik untukmeningkatkan prestise pria melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Tapi tak sampai di situ saja, kepemilikan akan gundik jugakesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Begitu juga yang dilakukan dalam praktik pergundikan atau haremkekaisaran era Ottoman merupakan kumpulan istri, pelayan, dan selir sultan, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan.
Para wanita di harem dibedakan menjadi beberapa kelas dan meskipunharus cantik, mereka harus memiliki beberapa kualitas lebih untuk bisa berada di dalam kelas tersebut.
Mereka harus punya kepribadian, bakat, dan hati yang tulus.
Para wanita di harem juga tidak cukup hanya dengan menjadi cantik, tapi harus ikut pendidikan tertentu.
Merekadiajari seni berperilaku halus dan menjadi dewasa penuh rasa percaya diri.
Sementara itu di Indonesia, para raja di Jawa Tengah abad ke-19 juga mempunyai banyak selir atau gundik di Keputren.
Tanpa melihat latar belakangnya, setiap perempuan yang bekerja di istana dan menarik perhatian raja pun bisa menjadi selir.
DalamPerempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, Peter Carey dan Vincentius Johannes menyebutkan bahwa anak perempuan di Keputren dididik untuk hanya perlu peduli tentang kecantikan mereka.
Mereka dididik untuk sopan, berwajah merona malu-malu, bersikap sembunyi-sembunyi, hingga berpenampilan memperlihatkan payudara yang hampir telanjang bulat.
Hal itu dilakukan semata-mata agar mereka dapat dipilih sebagai 'piaraan Sunan' di Keputren.
Meski begitu, tak selamanya daya tarik inilah yang mempererat hubungan penguasa dan selirnya.
Perkawinan politik dianggap jauh lebih kuat untuk menyatukan mereka.
Jadi latar belakang keluarga perempuan yang kuat atau berpotensi bermusuhan jauh lebih penting untuk dijadikan aliansi politik.
Raja Kasunan Surakarta yang memerintah tahun 1893-1939 itu konon memiliki 40 sampai 45 orang selir.
Sejumlah literatur menyebutkan, Sinuhun Pakubuwono X mampu mengatur waktu ketika berhubungan intim dengan para selirnya itu.
Ternyata, rahasia keperkasan ala raja Jawa di atas ranjang salah satunya pada "ramuan khusus".
Ramuan itu yang digunakan para raja Jawa untuk menggauli para selirnya yang sampai puluhan orang tersebut.
Ramuan itu merupakan minuman yang harus diminum secara rutin setiap hari.
Ramuan itu campuran dari 40 butir merica, 40 lembar daun sirih, dan 40 bawang lanang yang dihaluskan bersama menggunakan layah dari batu.
Usai dihaluskan, lalu direbus dan disaring.
Selanjutnya air hasil penyaringan itu diembunkan semalaman.
Pagi harinya air itu diminum. Begitu terus setiap hari.
(*)