Intisari-Online.com - Pergundikan dan kehidupan Nyai di Hindia Belanda berakhir setelah masuknya Jepang pada 1942.
Sebelumnya, para pejabat dari Belanda terbiasa mengambil selir atau gundik wanita di Nusantara yang kemudian disebut sebagai nyai.
Tujuan memiliki gundik yakni untuk meningkatkan prestise pria melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Tak hanya itu, kepemilikan akan gundik juga kesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Di era penjajahan Jepang ada praktik perbudakan seks yang lebih kejam yang disebut jugun ianfu.
Pada awalnya, Jugun Ianfu diambil dari desa-desa dengan cara perekrutan yang sangat tertutup.
Biasanya, pemerintah militer Jepang meminta bantuan dari camat dan lurah untuk bisa menarik para wanita menjadi Jugun Ianfu.
Dalam perkembangannya, sistem perekrutannya berubah.
Orang-orang dari rumah bordil biasanya menjebak para wanita dengan mengatakan bahwa mereka akan dipekerjakan di pabrik atau restoran.
Cara lain adalah dengan mengelabuhi para wanita dengan iming-iming akan dipekerjakan sebagai perawat di pos terdepan tentara Jepang.
Setelah direkrut, mereka dijanjikan akan ditempatkan di pos yang nyaman baik di negaranya sendiri atau di luar negeri.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR