Intisari-Online.com - Penggunaan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan dalam pemeriksaan para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J menjadi sorotan.
Diketahui kelima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J telah menjalani pemeriksaan dengan alat tersebut.
Selain kelima tersangka, ada seorang saksi yakni asisten keluarga Ferdy Sambo, Susi, yang juga mengikuti tes pendeteksi kebohongan.
Lie detector atau poligraf sendiri merupakan sebuah perangkat elektronik yang mengukur perubahan respon tubuh seseorang ketika diberikan sejumlah pertanyaan terkait sebuah perkara.
Teknik ini kerap digunakan dalam proses penyidikan perkara oleh aparat penegak hukum hingga seleksi pejabat tinggi atau agen intelijen.
Dirangkum dari berbagai sumber, cara kerja perangkat uji poligraf atau lie detector adalah dengan mengukur perubahan kondisi tubuh seperti denyut jantung, tekanan darah, peningkatan keringat, hingga interval helaan napas.
Maka dari itu ada sejumlah sensor yang dipasang di tubuh objek pemeriksaan untuk mengukur semua parameter perubahan fisiologis sepanjang interogasi.
Sensor-sensor itu dipasang di jari-jari tangan, dada, perut dan lengan.
Pemeriksa nantinya akan mengajukan pertanyaan untuk melihat reaksi fisiologis seseorang melalui alat poligraf.
Sensor itu dapat mendeteksi apabila ada perubahan yang abnormal dari tubuh orang yang diperiksa.
Hasil pembacaan mengenai reaksi tubuh kemudian akan diterjemahkan oleh perangkat elektronik dan tertera pada sebuah kertas dalam bentuk grafik.
Menanggapi penggunaan uji poligraf dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pemeriksaan tersebut tidaklah mendesak untuk dilakukan.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR