Intisari-Online.com - Terungkapnya kasus dugaan penganiayaan di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, Jawa Timur, membuat miris masyarakat Indonesia.
Kasus penganiayaan di ponpes Gontor itu menewaskan seorang santri asal palembang berinisial AM.
Diduga pelaku juga merupakan santri di ponpes tersebut, di mana sejauh iniPolisi mendapati identitas terduga pelaku lebih dari satu orang.
Selain dugaan kekerasan itu sendiri, hal yang disayangkan dari kasus ini adalah pihak ponpes yang terkesan menutup-nutupi terjadinya penganiayaan tersebut.
Diketahui kasus ini terungkap usai orangtua korban memperoleh informasi dari wali santri lain yang mengabarkan bahwa penyebab AM meninggal bukan karena kelelahan.
Ya, awalnya korban AM disebut meninggal karena kelelahan. Hal inidisampaikan perwakilan Ponpes kepada orangtua AM saat mengantarkan jenazahnya.
Ibu AM, Soimah, menurutkan, saat itu jenazah diantar oleh ustaz Agus yang mengaku sebagai perwakilan Ponpes Gontor 1.
Kepada keluarga korban, Agus menyampaikan bahwa AM meninggal karena kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
Soimah pun sempat percaya karena memang ia mengetahui anaknya dipercaya sebagai ketua perkemahan tersebut.
“Apalagi anak saya dipercaya sebagai Ketua Perkajum. Mungkin alasan itu bisa kami terima bila sesuai dengan kenyataan kondisi mayat anak saya,” ujar Soimah dalam surat terbuka, Senin (5/9/2022).
Namun, usai mendapat laporan dari orangtua santri lain, keluarga AM pun segera meminta peti jenazah dibuka.
Begitu peti dibuka, keluarga dikejutkan karena mendapati ada lebam di jasad korban.
Luka lebam itu pun menjadi petunjuk bahwa korban meninggal karena sebab lainnya, sehingga Soimah lantas mendesak pihak Gontor 1 yang mengantarkan jenazah putranya agar berterus terang.
Usai didesak keluarga korban, akhirnya perwakilan Ponpes Gontor mengaku bahwa AM meninggal akibat penganiayaan.
Bahkan, kini diketahui korban penganiayaan tersebut lebih dari satu orang.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (6/9/2022), Kapolres Ponorogo AKBP Catur Wahyu Wibowo mengungkapkan, korban kasus penganiayaan santri di Ponpes Gontor berjumlah tiga orang.
Dari ketiga korban tersebut, satu orang telah meninggal dan dua korban lainnya masih dirawat.
Ditutup-tutupinya kasus penganiayaan tersebut juga diketahui melibatkian dokter yang memberikan surat keterangan kematian menyebut AM meninggal karena sakit.
Kuasa hukum keluarga korban, Titis Rachmawati, menerangkan, keluarga menerima surat keterangan kematian AM dari Rumah Sakit (RS) Yasfin Darusalam Gontor saat jenazah diantar ke Palembang.
Namun, pada surat yang diterbitkan di tanggal yang sama dengan kematian korban (22 Agustus 2022), tertulis bahwa korban meninggal karena sakit.
Surat itu ditandatangani oleh dokter berinisial MH. Titis menyebutkan, keluarga menyesalkan sikap Ponpes Gontor karena terkesan menutupi peristiwa yang sebenarnya.
Terungkapnya kasus penganiayaan di Ponpes Gontor juga mengungkap fakta miris lainnya.
Diketahui melalui permintaan maaf pihak Ponpes yang disampaikan juru bicara Ponpes Gontor Noor Syahid, ada aturan ponpes tersebut yang dianggap 'membenarkan' ditutup-tutupinya kasus penganiayaan AM.
Pernyataan resmi terkait kasus kematian AM dikeluarkan Ponpes Gontor pada Senin (5/9/2022).
Dalam pernyataan yang disampaikan Noor Syahid, disebut bahwa pihaknya tidak langsung melaporkan ke polisi soal adanya penganiayaan yang menewaskan santri berinisial AM karena sebelum masuk sebagai calon santri, orangtua sudah menandatangani kesepakatan.
“Intinya kalau dari awal tidak lapor itu, berawal dari ketika orangtua mencalonkan anaknya untuk menjadi siswa Gontor.
"Maka orangtua sudah menandatangani, menyerahkan anak kepada pihak Gontor dengan kesanggupan-kesanggupan. Antara lain untuk sanggup tidak memperkarakan apa yang terjadi kepada polisi,” kata dikutipKompas.com, Rabu (7/9/2022).
Meski begitu, Noor berujar bahwa kesepakatan tersebut bukan berarti karena Ponpes Gontor tidak bersedia memproses hukum kasus tersebut.
Menurutnya pihaknya, Ponpes Gontor tidak mengajarkan dan mentolerir tindakan kejahatan atau bullying dalam bentuk apa pun.
Namun, ia mengatakan bahwa kejahatan tersebut dilakukan oleh oknum dan menjadi urusan individu.
“Sama dengan pemerintah, kalau terjadi kejahatan turun dulu, maka proses hukum,” kata Noor.
Ponpes Gontor sendiri kini telah mengeluarkan santri yang diduga menjadi pelaku penganiayaan tersebut.
Dalam pernyataannya, Ponpes Gontor menyampaikan permintaan maaf dan menyesalkan peristiwa yang berujung pada kematian santrinya.
"Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum. Dan sebagai pondok pesantren yang concern terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” ungkap Noor.
Noor mengatakan bahwa Ponpes Gontor siap mengikuti segala upaya penegakan hukum terkait kasus meninggalnya AM.
Sementara itu, ia memastikan hubungan Pondok Gontor dengan orang tua korban maupun pelaku baik-baik saja, bahkan menurutnya sebisa mungkin pihaknya melakukan mediasi antara kedua orangtua.
"Kalau dengan keluarga kita baik -baik terus bagaimana pun pihak pelaku dan korban adalah santri Gontor juga, Gontor semaksimal mungkin (membantu) untuk saling memaafkan," jelas Noor Syahid.
Di media sosial juga beradar diduga surat pernyataan orang tua atau wali santri sebelum anaknya masuk Pondok Gontor tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah pada poin ketiga dimana disebutkan 'Tidak melibatkan pihak luar pondok (Aparat kepolisian, Aparat hukum, dsb) dalam menyelesaikan urusan dengan Pondok Modern Darussalam Gontor.
(*)