Gara-gara Aturan Kolonial Ini, Ngasirah Ibu Kandung Kartini yang Merupakan Anak Guru Ngaji, Statusnya Turun Jadi Gundik

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Ngasirah Ibu Kandung Kartini
Ngasirah Ibu Kandung Kartini

Intisari-Online.com- Anda pasti sudah tidak asing dengan sosok Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara pada 21 April 1879 dari keluarga priyayi.

Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.

Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.

Ibunya bernama Mas Ajeng Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

MelansirKompas.com, Mas Ajeng Ngasirah merupakan wanita desa yang dibesarkan dalam lingkungan taat beragama karena bapaknya menjadi guru mengaji.

Pendidikan agama dan tata krama diajarkan secara langsung oleh kedua orang tuanya.

Namun Ngasirah tak pernah mengikuti pendidikan formal.

Pada 1872 Mas Ajeng Ngasirah dinikahi oleh Wedana Mayong R.M. Sosroningrat.

Keluarga muda ini hidup rukun dan bahagia.

Apalagi setahun setelah menikah dikaruniai anak yang kemudian disusul anak lainnya.

Ngasirah memiliki delapan anak. Mereka adalah RM Slamet, RM Boesono, RM Kartono, dan RA Kartini.

Kartini
Kartini

Lalu RA Kardinah lahir, RM Moeljono, RA Soematri, dan RM Rawito.

Kala itu, peraturan kolonial adalah mewajibkan soerang bupati beristrikan bangsawan.

Karena Ngasirah bukan bangsawan tinggi, maka Ario Sosroningrat menikah dengan Raden Adjeng Woejan keturunan langsung dari Raja Madura.

Dalam bukuKartini Guru Emansipasi Perempuan Nusantarayang ditulis Ready Susanto diceritakan bahwa Kartini lahir di dalam gedung keasistenwedanaan.

Sang ayah, Sosroningrat mengadakan kenduri bubur merah dan bubur putih untuk bayi perempuan yang kemudian diberi nama Kartini.

Bukan keturunan darah biru

Pengamat sejarah Edy Tegoeh Joelijanto (50) yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Yogyakarta dan Universitas Putra Bangsa Surabaya mengatakan bahwa Ngasirah, ibu kandung Kartini, bukan keturunan darah biru.

Karena aturan kolonial, Sosroningrat menikah dengan Raden Adjeng Woejan keturunan dari Raja Madura.

Otomatis, status Ngasirah turun menjadi gundik atau selir walaupun sudah melahirkan delapan anak.

Ngasirah pun berstatus gundik atau selir dan harus memanggil anak-anaknya sendiri dengan sebutan "ndoro" atau majikan.

Adapun putra-putri Ngasirah diharuskan memanggil Ngasirah dengan sebutan "Yu" atau panggilan untuk perempuan abdi dalem.

Sebagai gundik selir, Ngasirah pun tidak berhak tinggal di rumah utama kabupaten, tetapi tinggal di bagian belakang pendapa.

Namun, Kartini lebih sering memilih tinggal dengan Ngasirah dan menolak memanggilnya "Yu".

Kartini juga memberikan syarat mau menikah jika ibu kandungnya itu dibebaskan masuk pendopo.

Baca Juga: Benarkah Kerjanya 'Hanya Berhubungan Badan'? Kehidupan Kekaisaran Keempat dalam Sejarah Dunia Menyimpan Kisah tentang Guru Pengajar 'Rahasia Kehidupan Ranjang'

(*)

Artikel Terkait