Intisari-Online.com - Presiden RusiaVladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping dilaporkan akan mengadakanpembicaraan baru.
Belum jelas apa yang akan dibicarakanPresiden RusiaVladimir Putindan Presiden China Xi Jinping.
Namun kemungkinan keduanya akan membahas tentangpasokan senjata.
Hal ini dikarenakan"situasi telah berubah" antara kedua negara, menurut seorang ahli strategi perang,Harry Kazianis.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Rabu (17/8/2022),Harry Kazianis menggambarkan ancaman dari China sebagai ancaman keamanan nasional terbesar yang dihadapi oleh Barat.
Dia mengatakan bahwa Xi Jinping sedang mencari banyak cara asimetris yang berbeda untuk melawan Amerika Serikat (AS).
Pakar strategi perang itu menjelaskan China merasakan "kelemahan" dari AS dalam hal komitmen mereka untuk membela Taiwan.
Oleh karenanya, China kemungkinan ingin "menguji" pemerintahan Joe Biden.
Salah satu cara China untuk menguji AS adalah denganChina mungkin berusaha untuk berkolaborasi dengan Vladimir Putin untuk menekan pasokan senjata AS.
"Saya pikir ini semua akan saling berhubungan dalam waktu dekat," kataKazianis.
"Bagi orang China, mereka mencari banyak cara asimetris yang berbeda untuk melawan Amerika Serikat dan membuat mereka terlihat buruk."
"Jadi saya pikir apa yang mungkin dilakukan Xi, adalah berbicara dengan Putin dan mengatakan lihat, 'kami tidak terlalu mendukung memberi Anda senjata sebelumnya, tetapi situasinya telah berubah'."
"Bahkan tidak perlu banyak - beberapa ratus drone di medan perang di Ukraina- militer modern dan canggih dari China akan membuat perbedaan besar bagi Rusia."
"Itu akan memberi tekanan pada AS untuk memberikan lebih banyak senjata ke Ukraina."
"Akibat terburuknya, itu akan membuat stok senjata AS untuk melawan China berkurang."
Tidak heran bahwaKazianismenggambarkan situasinya sebagai "sangat mengkhawatirkan".
Ini karena jika Barat terlalu fokus pada Rusia dan Ukraina,maka Barat akan kelawahan menghadapi China.
"Jadi ini benar-benar ancaman keamanan nasional terbesar dalam hal kebangkitan militer China," tutupKazianis.