Intisari-Online.com – Meski sudah ada tim khusus bentukan Kapolri yang menangani kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, namun masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan bersama.
Sejumlah penemuan baru mengenai kasus ini muncul, namun justru menimbulkan sejumlah tanda tanya berkaitan dengan kronologi yang pernah disampaikan oleh polisi.
Mengapa jadi menimbulkan tanda tanya?
Ya, rupanya beberapa temuan tadi rupanya tidak sejalan dengan keterangan awal yang diberikan oleh polisi.
Lalu, dugaan pelecehan di rumah Irjen Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) pun belum terjawab kebenarannya.
Mengutip dari Kompas.com (6/8/2022), berikut ini lima temuan baru atas kasus tewasnya Brigadir J yang semakin memunculkan tanda tanya karena tidak sejalan dengan keterangan polisi di awal.
1. Bharada E bukan ajudan, melainkan sopir
Temuan terbaru Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) mengungkapkan bahwa Bharada E atau Richard Eliezer, rupanya adalah sopir dari Irjen Ferdy Sambo.
Hal tersebut merujuk pada tugas Bharada E yang disampaikan langsung oleh Eliezer ke LPSK beberapa waktu lalu.
Pada pemberitaan selama ini disebutkan bahwa Bharada E merupakan sosok yang terlibat dalam adu tembak dengan Brigadir J di kediaman Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (7/8/2022) yang berujung dengan tewasnya Brigadir J.
“Ternyata dia bukan ADC (aide de camp/ajudan), dia driver (sopir),” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, saat dihubungi melalui telepon oleh kompas.com, Jumat (5/8/2022).
Pada saat pengungkapan kasus polisi tembak polisi ini, disebutkan bahwa Bharada E merupakan pengawal pribadi Ferdy Sambo, sedangkan Brigadir J ditugaskan sebagai sopir mantan Kadiv Propam tersebut.
“Dua-duanya adalah staf atau Propam dari Mabes Polri. Brigadir J driver-nya ibu (istri Ferdy Sambo), sedangkan Bharada E merupakan ADC dari Pak Kadiv-nya (Ferdy Sambo),” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan.
2. Tidak jago menembak
Diungkapkan juga oleh LPSK, bahwa Bharada E tidak ahli dalam menggunakan senjata api, karena kemampuan menembaknya berada di tingkat satu, yang berarti masih tergolong rendah.
“Dia kategori kemampuan menembak kelas satu, jadi menembaknya biasa saja,” ucap Edwin.
Diketahui pula bahwa Bharada E baru beberapa bulan memegang senjata api, dan baru berlatih menembak pada bulan Maret lalu.
Bharada E mendapatkan senjata api dari Propam Polri setelah ditunjuk sebagai sopir Ferdy Sambo.
“Baru pegang senjata November tahun lalu pas dia jadi driver-nya Pak Sambo,” ujar Edwin.
Polisi memberikan keterangan di awal terungkapnya kasus ini, bahwa saat baku tembak terjadi, Brigadir J memuntahkan 7 peluru tan tak satu pun mengenai Bharada E, sedangkan Bharada E disebut memberondong 5 peluru kepada Brigadir J.
Sementara, ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat, menyampaikan bahwa putranya merupakan penembak terlatih (sniper) dan pernah bertugas di Papua, maka ini membuatnya heran bagaimana bisa tembakan Brigadir J tidak satu pun yang mengenai Bharada E.
“Aneh kalau tembakan dia (Brigadir J) meleset. Dia itu ahli menembak (sniper) dan pernah bertugas di Papua,” kata Samuel di rumah duka di Muarojambi, Selasa (12/7/2022).
3. Menembak dari dekat
Bharada E menyampaikan pula kepada LPSK bahwa dirinya menembak Brigadir J dari jarak dekat.
Namun, Edwin Partogi tidak memperinci seberapa dekat jarak yang disebutkannya itu, tetapi dia mengatakan sebaiknya ini diungkapkan oleh tim penyidik.
Sementara, kepada Komnas HAM, Bharada E mengaku bahwa dia menembak Brigadir J dari jarak dua meter.
“Pertama sekitar enam meter, tapi ketika terakhir dia (Bharada E) menembak Yosua itu jaraknya dua meter di bagian kepala,” ujar Ketua Komisioner Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik per telepon, Jumat(5/8/2022).
Namun, Taufan mengatakan, ini baru pengakuan Bharada E sepihak, yang belum bisa disimpulkan sebagai keterangan peristiwa yang sebenarnya.
Padahal, dari keterangan polisi di awal terungkapnya kasus ini, Bharada E berada di lantai 2 rumah Sambo sesaat sebelum terjadi baku tembak, sedangkan Brigadir J ada di lantai satu.
Dari lantai dua, Bharada E tiba-tiba mendengar suara teriakan minta tolong istri Ferdy Sambo dari dalam kamar di lantai satu, dia pun langsung mendekat.
Saat hendak menuruni tangga itulah, Bharada E tiba-tiba ditembaki oleh orang yang ternyata adalah Brigadir J.
Demikianlah Bharada E dan Brigadir J kemudian terlibat baku tembak, kemudian disebutkan bahwa Brigadir J melepaskan 7 kali tembakan, sedangkan Bharada E membalas dengan 5 kali tembakan.
Mengapa Bharada E bisa lolos dari tembakan, karena menurut Brigjen Pol Ramdahan, posisi Bharada E berada di tempat lebih tinggi dari Brigadir J.
4. Bukan bela diri
Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan, maka pada Rabu (3/8/2022) Bharada E ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan dalam kasus polisi tembak polisi ini.
Tetapi, Bharada E diduga tidak dalam situasi membela diri saat menembak Brigadir J, sehingga dia dijerat pasal tentang pembunuhan yang disengaja.
“Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP. Jadi bukan bela diri,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Keterangan tersebut seolah menggugurkan keterangan polisi di awal terungkapnya kasus polisi tembak polisi ini, yang menyampaikan bahwa motif Bharada E menembak adalah membela diri dan melindungi istri Ferdy Sambo yang diduga mengalami pelecehan oleh Brigadir J.
5. Diambilnya CCTV rusak
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo belakangan menyampaikan bahwa dirinya sudah mengetahui personel kepolisian yang mengambil CCTV rusak di kompleks rumah dinas Ferdy Sambo.
Tidak hanya identitas pelaku, Sigit juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengetahui bagaimana cara CCTV yang disebut rusak itu diambil.
Menurut Sigit, polisi yang mengambil CCTV rusak itu telah diperiksa oleh tim khusus (timsus) Polri, yang nantinya nasib polisi tersebut akan ditentukan oleh hasil pemeriksaan timsus.
“Nanti akan kita proses berdasarkan hasil keputusan, apakah ini masuk dalam pelanggaran kode etik maupun pelanggaran pidana,”kata Sigit.
Sigit juga berjanji bakal membuka hasil penyidikan setelah seluruh proses dituntaskan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari