Intisari-Online.com - Sederet puisi Chairil Anwar tak boleh dilewatkan jika kita ingin mengenal tentang karya puisi Indonesia.
Chairil Anwar dikenal sebagai penyair terkemuka di Indonesia, juga pelopor Angkatan 45.
Ia lahir di Medan, Sumatra Utara, pada tanggal 26 Juli 1922.
Chairil Anwar merupakan putra dari pasangan Toeloes dan Saleha, yang keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.
Ayahnya adalah seorang Bupati Indragiri, Riau, yang tewas dalam Pembantaian Rengat.
Selain itu, ia masih memiliki hubungan persaudaraan dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Syahrir, yaitu keponakannya.
Chairil Anwar memulai pendidikannya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) atau sekolah dasar untuk kaum pribumi, kemudian melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Ketika usianya menginjak 18 tahun, Chairil tidak lagi bersekolah. Ia mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia sudah bertekad untuk menjadi seniman.
Ia mulai lebih mendalami dunia sastra saat tinggal di Batavia (Jakarta), setelah pindah bersama ibunya pasca-perceraian orangtuanya.
Karya sastra pertama Chairil Anwar adalah puisi bertajuk "Nisan", tahun 1942, yang terinspirasi dari kematian neneknya.
Selama hidupnya, penyair terkemuka Indonesia ini melahirkan 96 karya sastra, termasuk 70 puisi.
Meski ia meninggal di usia yang terbilang muda, 27 tahun, namun karya sastranya abadi dan terus dinikmati hingga hari ini.
Berikut ini beberapa puisi Chairil Anwar yang paling terkenal.
1. Aku
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
2. Derai-Derai Cemara
Derai-Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Mataram: Inilah Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
3. Krawang-Bekasi
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
4. Sia-Sia
Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Di antara puluhan puisi Chairil Anwar, puisinya yang bertajuk "Aku", yang di dalamnya termuat tulisan "Aku ini binatang jalang", menjadi salah satu karyanya yang paling fenomenal.
Bahkan, lewat karya tersebut Chairil Anwar dijuluki oleh teman-temanya sebagai "Si Binatang Jalang".
Ingin ulasan lengkap tentang Chairil Anwar dan hal-hal yang tak pernah diketahui sebelumnya? Silakan beli koleksi Intisari terbaru di Grid Store atau Gramedia.
(*)