Intisari-online.com - Pada 12 April, Sri Lanka, negara berpenduduk 22 juta orang, menyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dollar AS (Rp762 triliun).
Dari jumlah tersebut, terdapat utang luar negeri 28 miliar dollar AS (Rp418 triliun) yang harus dibayar Sri Lanka sebelum tahun 2027.
Artinya dalam 5 tahun ke depan, Sri Lanka harus membayar rata-rata lebih dari 5 miliar dollar AS/tahun (Rp74 triliun).
Jumlah ini terlalu banyak untuk ekonomi yang mengalami stagnasi seperti Sri Lanka.
Sri Lanka sempat mengatakan siap untuk membeli bahan bakar murah dari Rusia untuk menghadapi krisis ekonomi yang parah.
Sejak Rusia meluncurkan kampanye militernya di Ukraina, harga bahan bakar global telah meroket ini berimbas pada kondisi ekonomi Sri Lanka.
Hal itu juga membuat krisis ekonomi di Sri Lanka semakin parah.
Alhasil negara tersebut kini dilanda kerusuhan hebat, penduduknya mulai mengamuk dan melakukan aksi protes besar-besaran.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dikawal keluar ke tempat yang aman sebelum pengunjuk rasa mengepung dan menyerbu istana kepresidenan.
Pada (9/7), Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dikatakan harus meninggalkan istana kepresidenan di ibu kota Kolombo.
Ketika ratusan pengunjuk rasa mengepung dan menyerbu pemerintah untuk menuntut pengunduran dirinya, menurut RT.
Source | : | RT |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR