Kabar Kebangkrutan Negaranya Sempat Gemparkan Dunia, Presiden Sri Lanka Mendadak Telepon Presiden Rusia Vladimir Putin Untuk Minta Bantuan Ini

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

(Ilustrasi) Sri Lanka yang Bangkrut
(Ilustrasi) Sri Lanka yang Bangkrut

Intisari-online.com - Beberapa waktu lalu dunia sempat dikejutkan dengan pengumuman pemerintah Sri Lanka yang mengaku bangkrut.

Sri Langka menyatakan diri bahwa negaranya telah bangkrut dan kini dalam kondisi krisis ekonomi parah

Ditengah situasi tersebut, mendadak ada kabar bahwa Presiden Sri Lanka minta bantuan ke Rusia.

Presiden Sri Lanka, Lanka Gotabaya Rajapaksa, berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, lantas apa yang diinginkannya?

Dilaporkan bahwa ia meminta Mosow untuk membantu negara itu dalam krisis bahan bakar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada (6/7), Presiden Sri Lanka Rajapaksa mengatakan dia telah meminta dukungan keuangan dari Rusia agar negara kepulauan Asia Selatan itu mampu membeli bahan bakar.

"Saya melakukan percakapan yang sangat produktif dengan Presiden Rusia Putin," katanya.

"Saya telah meminta Rusia untuk dukungan keuangan untuk mendapatkan uang untuk mengimpor bahan bakar," tulis Rajapaksa di Twitter, mencatat bahwa panggilan telepon dengan Putin berjalan "baik".

Baca Juga: Gara-Gara G20 Nama Indonesia Mendadak Disinggung Jadi Jembatan Perdamaian Rusia-Ukraina, 'Teriakan' Ini Terdengar Saat Menteri Luar Negeri Indonesia Bertemu Menteri Luar Negeri Rusia

"Kami telah sepakat untuk memperkuat hubungan bilateral di bidang pariwisata, perdagangan, budaya dan terutama persahabatan," kata Rajapaksa.

Pada 12 April, Sri Lanka, negara berpenduduk 22 juta orang, menyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dollar AS (Rp762 triliun).

Dari jumlah tersebut, terdapat utang luar negeri 28 miliar dollar AS (Rp418 triliun) yang harus dibayar Sri Lanka sebelum tahun 2027.

Artinya dalam 5 tahun ke depan, Sri Lanka harus membayar rata-rata lebih dari 5 miliar dollar AS/tahun (Rp74 triliun).

Jumlah ini terlalu banyak untuk ekonomi yang mengalami stagnasi seperti Sri Lanka.

Sri Lanka mengatakan siap untuk membeli bahan bakar murah dari Rusia untuk menghadapi krisis ekonomi yang parah.

Sejak Rusia meluncurkan kampanye militernya di Ukraina, harga bahan bakar global telah meroket.

Hal ini membuat krisis ekonomi di Sri Lanka semakin parah.

Negara saat ini tidak memiliki mata uang asing untuk mengimpor barang-barang penting seperti bahan bakar, obat-obatan, makanan, pupuk.

Pemerintah Sri Lanka telah meminta pekerja non-esensial untuk bekerja dari rumah untuk menghemat bahan bakar.

Krisis bahan bakar menyebabkan banyak warga Sri Lanka menunggu 5-7 hari untuk mendapatkan kesempatan mengisi bahan bakar.

Banyak protes dan bentrokan di pompa bensin terjadi, menyebabkan masyarakat Sri Lanka jatuh ke dalam ketidakstabilan.

Pemerintah Sri Lanka mencetak lebih banyak rupee (mata uang lokal Sri Lanka) untuk membayar pekerja.

Hal ini menyebabkan inflasi di Sri Lanka meningkat "berderap".

Pada tanggal (5/6), pemerintah Sri Lanka mengumumkan bahwa harga layanan transportasi di negara tersebut meningkat sebesar 128% dari bulan sebelumnya, sedangkan harga makanan meningkat sebesar 80%.

Artikel Terkait