Menurut keterangan Harian Kompas, nama “Mante” pertama kali diperkenalkan oleh Dr Snouck Hurgronje dalam bukunya, De Atjehers.
Dalam buku itu Snouck mengartikan Mante adalah istilah untuk tingkah “kebodoh-bodohan” dan “kekanak-kanakan”.
Snouck sendiri mengaku belum pernah bertemu dengan Suku Mante.
Dalam kamus Gayo-Belanda karangan Prof Ibrahim Alfian, Mante dipakai untuk sekelompok masyarakat liar yang tinggal di hutan. Kamus lain, Gayo-Indonesia tulisan antropolog Nelalatua, Mante diartikan kelompok suku terasing.
Snouck dalam bukunya juga menyebut Mante adalah orang Mantran yang tinggal di perbukitan Mukim XXII.
Dijelaskan, pada abad XVIII, sepasang warga Suku Mante ditangkap lalu dibawa ke Sultan Aceh. Mereka tidak mau berbicara dan makan ataupun minum. Akhirnya, keduanya mati.
Sementara itu, terkait keberadaan Suku Mante di Aceh, hingga hari ini tak ada yang mampu mengonfirmasi kebenaran cerita tersebut. Suku Mante masih tetap misterius.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR