Bak Buka Kartu Sendiri Jika NATO Benar-benar Musuh Rusia, Siapa Sangka Organisasi Militer Itu Sudah Rencanakan Perang dengam Rusia Sejak 2014, Apa Alasannya?

Khaerunisa

Editor

Ilustrasi. Perang Rusia dan Ukraina.
Ilustrasi. Perang Rusia dan Ukraina.

Intisari-Online.com - Awal tahun 2022 dunia dihebohkan dengan dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina.

Perang itu dimulai ketika Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 24 Februari 2022, mengatakan dalam pidatonya mengenai pendeklarasian operasi militer khusus di Ukraina.

Sejak saat itu, Rusia mulai menyerang Ukraina hingga mengakibatkan adanya ledakan di sejumlah kota besar di Ukraina, ratusan korban tewas dan luka-luka pun berjatuhan.

Meski Rusia memulai serangan awal tahun ini setelah situasi terus memanas di wilayah tersebut, rupanya organisasi militer NATO telah bersiap untuk perang sejak beberapa tahun lalu.

Melansir rt.com, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa persiapan telah dilakukan sejak 2014 dengan peningktakan pengeluaran militer dan peningkatan jumlah penempatan pasukan di Eropa Timur.

Disebut hal itu untuk mengantisipasi konflik dengan Rusia.

“Kenyataannya juga sudah kami persiapkan sejak 2014,” ujarnya.

“Itulah alasan mengapa kami meningkatkan kehadiran kami di bagian timur aliansi, mengapa sekutu NATO mulai berinvestasi lebih banyak dalam pertahanan, dan mengapa kami meningkatkan kesiapan [kami].”

Baca Juga: Padahal Cuma Negara Berkembang, Tapi Berani Temui Presiden Ukraina dan Rusia dalam Misi Perdamaian Apa yang Bisa Ditawarkan Indonesia?

Baca Juga: Sebabkan 149 Orang Indonesia Tewas di Malaysia, Terkuak Kekejaman Otoritas Imigrasi Malaysia, Kurung Ratusan Imigran Dalam Kondisi Tak Manusiawi, Sampai Disebut Mirip Zaman Kolonial

Berbicara setelah pertemuan anggota NATO dan negara-negara mitra di Madrid, Stoltenberg menuduh Moskow "menggunakan kekuatan di Donbass timur sejak 2014."

Menurut angka NATO , anggota blok Eropa dan Kanada telah meningkatkan pengeluaran militer mereka antara 1,2% dan 5,9% setiap tahun sejak 2014.

Namun, hanya 10 dari 30 negara NATO yang saat ini memenuhi target blok tersebut untuk membelanjakan 2% dari PDB untuk pertahanan.

Peningkatan pengeluaran paling terlihat di Eropa Timur dan Baltik, dengan Polandia, Lithuania, Estonia, Latvia, Republik Ceko, Slovakia, dan Rumania semuanya memenuhi target untuk pertama kalinya pada 2022.

Sebelumnya pada hari Rabu, anggota NATO setuju untuk mengadopsi Konsep Strategis baru.

Cetak biru kebijakan tersebut menetapkan sikap aliansi terhadap mitra, non-anggota, dan musuh, dengan iterasi 2022 yang menyebut Rusia sebagai “ancaman paling signifikan dan langsung” bagi blok tersebut.

Sementara itu, posisi resmi NATO di Ukraina, yang ditetapkan dalam Deklarasi Bukares 2008, adalah bahwa Ukraina dan Georgia "akan menjadi anggota NATO" pada tanggal yang tidak ditentukan di masa depan.

Dalam tiga dekade terakhir, Ukraina telah berusaha merapat ke lembaga-lembaga Barat seperti Uni Eropa dan NATO.

Baca Juga: Kini BeliPertalitedanSolar Harus PakaiAplikasi MyPertamina, Warga Pertanyakan Larangan Pakai HP di SPBU,Pertamina Langsung Beri Jawaban Mudah,'Cukup Tunjukkan Ini Saja'

Baca Juga: Romantisme Kisah Gundik Era Kolonial: Cinta Sejati Paul Verkerk dan Nyai Isah, Tak Melulu Soal Hasrat Urusan Dapur dan Kasur

Rusia menyebut upaya Ukraina untuk menjadi anggota NATO sebagai faktor kunci di balik konflik saat ini.

Terlepas dari pawai aliansi pasca-Perang Dingin ke bekas Blok Timur, Stoltenberg mengklaim pada hari Rabu bahwa “NATO telah berjuang untuk hubungan yang lebih baik dengan Rusia selama beberapa dekade.”

Rusia sendiri menolak untuk menyebut serangan itu sebagai perang ataupun invasi.

Menurut Putin dalam pidatonya sebelum memulai serangan pada Februari lalu, alasan Rusia menyerang adalah karena Rusia tak bisa merasa aman, berkembang, dan eksis, menyebut Ukraina modern adalah ancaman yang konstan.

Putin mengeklaim bahwa tujuannya melakukan perang adalah untuk melindungi orang-orang yang menjadi sasaran intimidasi dan genosida.

Selain itu, Putin menyebut serangan tersebut bertujuan untuk demiliterisasi dan denazifikasi.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membantah alasan Rusia. Menurut Zelensky, tak ada genosida di Ukraina.

Akibat tindakannya terhadap Ukraina, Rusia pun mendapat kecaman internasional dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Australia dan Inggris memberikan sanksi terhadap Rusia.

Baca Juga: Iran Bisa Melihat Kemenangannya, Minyak Bumi Iran Bisa Kembali Dijajakan di Pasar Global Setelah Kebangkitan Kesepakatan Nuklir Iran Ini, Apa yang Berubah?

Baca Juga: Pijat Sakit Perut dengan Titik di Lengkungan Kaki, Begini Caranya

(*)

Artikel Terkait