“Yang case di Bangli itu bukan hanya pemindahan tiang, tapi pemidahan gardu,” ujar Arya.
Terkait dengan keluhan warga, Ayra mengaku pihak PLN sudah berkoordinasi dan pelanggan pun sudah memahami biaya yang dilampirkan.
Sedangkan mengenai besarnya biaya, Arya menjelaskan bahwa hal tersebut terkait dengan material, KwH yang tidak tersalurkan, serta biaya jasa karena melibatkan pihak ketiga.
“Pelanggan bisa mengajukan surat permohonan keringanan dan biasanya bisa kita bantu dengan menggunakan material bekas namun masih handal/layak pakai sehingga biayanya bisa lebih ringan,” ujarnya.
Di Jakarta, PLN Malah Harus Bayar Rp340 Juta
Kasus permintaan pemindahan perangkat milik PLN di tanah milik warga juga pernah terjadi pada 2017 silam.
Saat itu, keluarga mendiang Suhartono di Jakarta Selatan meminta PLN untuk memindahkan travo yang berada di tanahnya.
Travo itu sendiri sudah berada di sana sejak 1979 tanpa pernah ada pembayaran sewa.
Selain tidak pernah membayar sewa tanah, PLN juga dinilai membahayakan warga karena keberadaan travo tersebut dekat dengan rumah.
Ahli waris Suhartono pun kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk meminta PLN membayar uang sewa dan sekaligus memindahkan travo.
Hingga kemudian pada 16 September 2015, PN Jaksel mengabulkan gugatan keluarga Suhartono dengan menghukum PLN untuk membayar ganti rugi sewa lahans ebesar Rp170 juta.
Namun, ternyata PLN malah merasa keberatan dan memilih untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
Hasilnya? PLN malah diminta membayar uang sewa lebih besar dua kali lipat, yaitu Rp340 juta.
Selain itu, PLN juga berkewajiban untuk membongkar travo yang berada di tanah milik keluarga Suhartono.
KOMENTAR