Intisari-Online.com - Sebuah video viral di TikTok yang mengungkap seorang wanita merekamkesehariannya di bawah lockdown Covid-19 Shanghai.
Newsweek melaporkan Rochelle, pemilik akun TikTok atas nama @its__rochelle, tinggal di Shanghai, China, yang tengahmemerangi varian Omicron.
Penguncian Covid-19 Shanghai mulai diberlakukan sejak28 Maret.
Video lockdown Covid-19 Shanghai, yang beredar secara luas disebut penguncian "distopia", mulai beredar pada bulan Maret dan berlanjut hingga minggu ini termasuk dari akun @its__rochelle.
Pada Senin (11/4/2022) sore, waktu setempat, Rochelle mengunggah video dari "lockdown day 10" yang disebutnya sebagai "hari paling mengerikan sejauh ini," dalam keterangan video sebagaimana diwartakan Kompas.com.
Rochelle menjelaskan dalam video yang diunggah Senin (11/4/2022) bahwa dia terbangun karena mendengar orang "berteriak" pada jam 4 pagi.
Katanya, suara itu ternyata berasal dari seorang wanita tua yang berteriak minta tolong.
Pada Minggu (10/4/2022), Shanghai mencatat hampir 25.000 kasus baru infeksi Covid-19 saat kota itu memasuki hari kesembilan berturut-turut dari peningkatan jumlah kasus, menurut South China Morning Post.
Lockdown tersebut menyebabkankrisis makanan dan membuat harga kebutuhan pokok naik drastis.
Warga bernama Frank Tsai yang tinggal di apartemennya di Puxi, bagian barat Shanghai, menimbun makanan selama empat hari seperti yang awalnya diperintahkan oleh pihak berwenang.
Namun, tujuh hari kemudian persediannya semakin menipis.
"Saya memikirkan makanan saya dan asupan makanan saya lebih dari yang pernah saya miliki dalam hidup," kata Tsai yang bisnisnya menyelenggarakan kuliah umum selama waktu normal.
Beberapa penduduk terpaksa barter atau membayar lebih untuk makanan saat lockdown Shanghai berlangsung.
Seorang penduduk Shanghai bermarga Ma mengatakan, dia membayar 400 yuan (Rp 900.000) hanya untuk sekardus mie instan dan soda.
"Saya hanya mencobanya untuk persediaan," katanya. "Saya tidak yakin berapa lama ini akan berlanjut."
Sebagian besar dari 25 juta penduduk Shanghai berada di bawah perintah ketat tinggal di rumah, dan mereka marah karena kekurangan makanan serta takut dinyatakan positif Covid yang akan menempatkan mereka di pusat karantina raksasa.
"Tidak ada percakapan yang dipaksakan... semua orang diam dan menghormati jarak dan privasi satu sama lain," kata warga lain bernama Romeo kepada AFP.
Pada malam hari, jam kerja sosial tetap berlangsung, katanya.
Untuk pekerja lain di Shanghai, privasi sangat terbatas.
Video media sosial menunjukkan staf tidur di ranjang di pabrik-pabrik tutup yang mencoba untuk terus memproduksi barang-barang mereka.
(*)