Jenis alat tumbuk memengaruhi rasa.
”Setelah selesai ditumbuk sampai hancur, dibersihkan lagi dengan air. Setelah itu baru diolah,” kata Sanja.
Sanja mengungkapkan, kenta yang sudah ditumbuk kasar dicampur air hangat, gula pasir, atau gula merah, lalu dicampur kelapa muda.
Setelah itu kenta dibagikan kepada para pengunjung yang datang dan langsung disantap.
”Dulu itu kalau panen, pasti ada tradisi membuat kenta. Sekarang ini kalau hari raya di rumah kadang masih bikin makanan, ini khas di Kalteng,” kata Sanja.
Terkait kegiatan tersebut, Senior Manager MURI Awan Rahargo, menjelaskan, awalnya peserta yang terdaftar hanya 530 orang.
Namun, animo terus meningkat sehingga peserta bertambah menjadi 1.043 orang.
Jumlah peserta itu, lanjut Awan, merupakan yang terbanyak dalam kategori baru ini. ”Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia,” ujarnya.
Awan mengungkapkan, pihaknya bangga bisa punya kesempatan menyaksikan tradisi leluhur bangsa yang sudah turun-temurun dilakukan.
”Kenta merupakan salah satu makanan tradisional khas masyarakat Dayak di Kalteng. Ini bisa dibilang langka karena sudah jarang ditemui,” ucapnya.
Menurut Awan, perlu upaya-upaya konkret untuk memperkenalkan kenta ini kepada masyarakat luas sebagai bagian dari pelestarian budaya.
”Ini menjadi salah satu pelestarian budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. MURI hadir dan akan mempersembahkan piagam penghargaan,” katanya.
KOMENTAR