Intisari-Online.com – Orang-orang Eropa sangat terpesona dengan mumi Mesir kuno dan senang dengan kesempatan untuk membelinya.
Disebutkan bahwa mereka melakukan sesuatu yang aneh dengan mumi tersebut.
Mereka tidak hanya memakan mumi Mesir Kuno, tetapi juga mulai berpesta dengan mumi tersebut, membuka bungkusnya di depan umum, bahkan di pertemuan sosial pribadi.
Yang mungkin tidak Anda pikirkan adalah bahwa orang Eropa makan mumi Mesir untuk pengobatan.
Mumi mendapatkan nama mereka dari istlah Arab mummiya atau mummia, yang tidak hanya berarti ‘mayat yang dibalsem’, tetapi juga mengacu pada pissasphalt, zat alami yang digunakan dalam pengobatan Islam selama beberapa generasi, perang salib, dan mulai memperlakukannya sebagai obat.
Lalu, selanjutnya itu dikirim ke seluruh Eropa untuk digunakan menyembuhkan penyakit serius.
Benarkah mumi Mesir kuno digunakan sebagai obat di Eropa?
Begini kisah di balik mumi yang digunakan sebagai obat di Eropa.
Bitumen sangat mirip dengan pissasphalt dan digunakan untuk proses mumifikasi orang Mesir Kuno.
Tidak lama kemudian orang Eropa mulai menyebutnya mummia dan mereka mulai berpikir bahwa mummia juga mengacu pada mumi asli.
Rangkaian peristiwa ini berarti bahwa dari abad ke-12 hingga abad ke-17, orang Eropa akan membeli mumi dan menggilingnya menjadi bubuk untuk digunakan sebagai obat.
Mummia dikonsumsi dengan madu agar lebih enak ditelan atau langsung dioleskan di atas luka untuk menyembuhkan luka.
Orang Eropa mengandalkan ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit, dan bagian dari tubuh mumi dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Misalnya, jika orang memiliki masalah kulit, mereka menggiling kulit mumi dan menelannya.
Menghancurkan tengkorak mumi dianggap sebagai obat untuk sakit kepala.
Maka, dikatakan bahwa orang-orang Eropa mengambil bagian dari kanibalisme dan terus berlanjut hingga berabad-abad.
Kebiasaan memakan sisa-sisa manusia ini sangat populer di abad 16 dan 17, di mana orang Eropa memperlakukannya bagian tubuh manusia sebagai obat integral untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Selain itu, mereka juga memiliki beberapa kepercayaan spiritual terkait dengan mengonsumsi mumi.
Orang Eropa percaya bahwa tubuh manusia memiliki roh orang itu.
Jadi, memakan sisa-sisa manusia akan memberi mereka kekuatan, lalu individu-individu tertentu termasuk ilmuwan, pendeta, bahkan bangsawan, mengonsumi obat-obatan yang terbuat dari darah manusia, lemak, dan tulang.
Maka, ini menyebabkan perampokan kuburan yang menjadi isu yang menonjol di seluruh wilayah, dan harga tinggi dibayar untuk bagian tubuh yang berasal dari mumi Mesir, melansir historicmysterious.
Sisa-sisa mumi dihancurkan dan digiling menjadi bubuk untuk dicampur dengan cokelat dan alkohol.
Disebutkan bahwa kombinasi tersebut adalah obat, dan campuran fana ini juga dapat menyembuhkan pendarahan internal dan sakit kepala.
Mumi kehilangan popularitasnya sebagai obat pada abad ke-18, ketika orang akhirnya mengerti bahwa konsumsi itu tidak bisa menyembuhkan sama sekali.
Namun, itu masih termasuk dalam beberapa katalog medis yang berasal dari tahun 1928.
Setelah jatuhnya konsumsi mayat manusia, masih ada bukti arsip dari beberapa kasus konsumsi mayat sebagai obat.
Pada tahun 1847, seorang Inggris disarankan untuk menggabungkan tengkorak seorang wanita muda dengan molase atau sirup untuk menyembuhkan epilepsi putrinya.
Dalam buku Mummies, Cannibals and Vampires: The History of Corpse Medicine from the Renaissance to the Victorians, Richard Sugg menjelaskan bahwa pria itu memberi ramuan kepada putrinya tetapi itu tidak berpengaruh atau menyembuhkan epilepsinya.
Menurut Sugg, penggunaan obat itu terjadi pada tahun 1908, ketika darah manusia ditelan ‘di perancah’.
Lalu, apa yang menghentikan orang Eropa melakukan hal-hal aneh dengan mumi?
Obat bukan satu-satunya cara aneh orang Eropa menggunakan mumi.
Mumi juga digiling dan dicampur dengan bahan kimia untuk membuat cat khusus yang disebut sebagai cokelat mumi, yang digunakan oleh seniman anara abad ke-16 dan 19.
Itu populer karena kualitasnya yang membantu menciptakan bayangan berwarna atau efek kaca pada lukisan.
Cat cokelat mumi, dibuat menggunakan bubuk mumi asli, masih tersedia untuk dibeli hingga tahun 1930-an.
Akal sehat akhirnya memenangkan hari ketika orang Eropa mulai menyadari bahwa mumi tidak hanya tidak berguna untuk menyembuhkan penyakit, tetapi juga sangat menjijikkan menggunakan sisa-sisa manusia untuk plasebo dan cat cokelat yang tidak berguna, mulai memahami nilai sejarah dan arkeologi mumi Mesir.
Mumi Mesir Kuno bukanlah sumber daya terbarukan.
Oleh karena itu, semakin sulit bagi orang Eropa untuk mendapatkan mumi untuk eksperimen aneh mereka dan untuk membuat mummia.
Dengan senang hati, praktik menggunakan mumi untuk tujuan aneh ini terhenti, memberi para arkeolog kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang masa lalu melalui studi mumi.
Tranfusi darah, cangkok kulit, transpantasi organ, dan perawatan sejenis lainnya, semuanya digunakan dalam pengobatan saat ini, tetapi semuanya adalah metode yang terbukti secara ilmiah untuk menyembuhkan kondisi medis.
Sementara, memakan mumi Mesir Kuno, dalam bentuk apa pun tidak pernah membantu cara penyembuhan penyakit.
Penggunaannya sebagai obat menunjukkan hal ekstrem yang bisa dilakukan manusia tanpa akses ke pengetahuan ilmiah yang benar.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari