Intisari-Online.com – Mesir Kuno tak bisa dilepaskan dengan piramida, sphinx, firaun, dan mumi.
Budaya Mesir Kuno sendiri hidup berdampingan dengan gagasan hidup dan mati.
Banjir Sungai Nil yang terjadi hampir tiap tahun kadang-kadang bisa mematikan karena kekerasan airnya yang membanjiri ladang dan jalan, namun banjir itu juga membawa kehidupan baru.
Pliny, dalam perjalannya melalui delta sungai besar, menggambarkan Mesir sebagai ‘tanah hitam’, mengacu pada lumpur yang menutupi dataran suburnya.
Bagaimana dengan bau mumi orang Mesir?
Ritual mumifikasi Mesir secara langsung dikaitkan dengan konsep kehidupan abadi.
Untuk menjaga penampilan tubuh yang baik, maka sisa-sisa manusia diurapi dan ditutupi dengan perban dan minyak sebelum bertemu Osiris.
Osiris adalah dewa yang bertugas menilai kehidupan orang yang meninggal antara kehidupan abadi atau hukuman kejam yang dilemparkan ke binatang Ammit, pemakan orang mati.
Selama ritual pesiapan yang dilakukan oleh para pendeta, tubuh dibumbui dengan wewangian, lebih khusus dalam tujuh wewangian yang dianggap ilahi.
Bau harum sangat penting selama transisi menuju kematian.