Intisari-Online.com - Ketika kasus Covid-19 di negara-negara lain semakin melandai, Korea Utara justru dikabarkan menghadapi malapetaka virus tersebut.
Seperti diberitakan The Guardian, Korea Utara telah mencatat 269.510 kasus tambahan dan enam kematian lagi, sehingga jumlah total yang tewas menjadi 56 sejak akhir bulan lalu.
Menurut angka resmi, sekitar 1,48 juta orang telah terinfeksi virus sejak kasus pertama dilaporkan Kamis lalu dan setidaknya 663.910 orang dikarantina.
Menurut para ahli, kondisi buruk akibat kenaikan kasus Covid-19 di Korea Utara bisa dihindari jika pemerintahnya mengambil tindakan cepat untuk menyediakan vaksin dan perawatan oba
Kasus yang disebut sebagai 'demam' ini disebut hampir pasti lebih besar dari penghitungan resmi, mengingat kurangnya tes dan sumber daya untuk memantau dan merawat orang sakit.
Wabah Covid-19 yang signifikan dapat memicu krisis kemanusiaan di Korea Utara, di mana ekonomi telah terpukul oleh penutupan perbatasannya.
Korea Utara dinilai tidak memberikan vaksinasi kepada penduduknya dan tidak memiliki akses ke obat antivirus yang telah digunakan untuk mengobati Covid-19 di negara lain.
Sementara rumah sakitnya memiliki sedikit sumber daya perawatan intensif untuk mengobati kasus yang parah.
Selain itu kekurangan gizi yang meluas telah membuat populasi 26 juta lebih rentan terhadap penyakit serius.
“Kelihatannya sangat buruk,” kata Owen Miller, dosen studi Korea di School of Oriental and African Studies, London University.
Bukan hanya itu saja, tingginya tingkat penularan Covid-19 di Korea Utara dalam beberapa waktu terakhir juga membuat WHO memperingatkan adanya risiko kemunculan varian baru.
Sehingga, kemampuan penanganan Korea Utara yang masih rendah pun membuat menghadapi ancaman.
Direktur Program Darurat Kesehatan WHO, Mike Ryan, pada hari Selasa (17/5) melaporkan tingkat penularan Covid-19 di Korea Utara sangat tinggi di antara orang yang belum menerima vaksin.
Ryan menyebut bahwa WHO kini khawatir akan ada varian Covid-19 baru yang lahir di Korea Utara mengingat rendahnya tingkat pemeriksaan.
"WHO telah berulang kali mengatakan bahwa di mana Anda memiliki transmisi yang tidak diperiksa, selalu ada risiko yang lebih tinggi terkait munculnya varian baru," ungkap Ryan, seperti dikutip Reuters.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan dirinya sangat prihatin dengan tingginya penyebaran virus di antara orang-orang yang belum menerima vaksin di Korea Utara.
Baca Juga: Ingat! Jangan Pernah Buka Website Satanic Indonesia Ini, Bikin Sesat!
WHO sebelumnya telah menyatakan siap membantu Korea Utara untuk meningkatkan jumlah tes, memperkuat sistem manajemen kasus, menerapkan tindakan kesehatan di masyarakat, dan menyediakan pasokan medis.
Tetapi, sejauh ini tampaknya negara tersebut belum menerima bantuan yang ditawarkan oleh PBB.
Mengutip channelnewsasia, WHO mengakui bahwa tidak ada cara untuk memaksa Korea Utara, atau Eritrea -satu-satunya negara lain di dunia yang belum mulai memvaksinasi penduduknya terhadap COVID-19- untuk menerima bantuan.
Sementara Korea Utara dikabarkan telah mengirimkan pesawat ke China pada hari Senin (16/5) untuk mengambil bantuan medis yang diperlukan untuk mengatasi Covid-19.
Yonhap pada hari Selasa melaporkan bahwa pesawat telah kembali ke Pyongyang.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada hari Senin telah memerintahkan Komisi Militer Pusat Partai Buruh untuk menugaskan unit medis Tentara Rakyat memasok obat-obatan semua apotek di bawah sistem layanan 24 jam.
(*)