Ratu Arwa harus menunggu sepuluh tahun sampai dia menemukan pendukung dekat lainny ayang menjadi panglima tertinggi berikutnya.
Ratu Arwa juga memainkan peran utama dalam perpecahan Fatimiyah tahun 1094, dia mendukung al-Musta’li dan kemudian al-Tayyib.
Kaum Tayiibis mengirimi Ratu Arwa surat yang menegaskan keabsahan otoritas spiritualnya.
Pada tahun 1126, Ratu Arwa mengangkat al-Dhu’ayb b. Musa sebagai yang pertama dari apa yang menjadi rantai Tayyibi da’I mutlaq (artinya da’I mutlak).
Namun, Ratu Arwa juga menunjukkan sisi dendamnya.
Ibu mertuanya pernah diculik pada tahun 1066 oleh keluarga Ethiopia Banu Najah saat berziarah ke Mekah, meski kemudian ibu mertuanya dibebaskan dan kembali ke rumah.
Ratu Arwa tetap membalas dendam atas apa yang menimpa ibu mertuanya.
Dia kemudian menangkap dan memenjarakan penculik Ratu Asma dan istrinya, lalu memenggalnya, dan memperlihatkan kepalanya kepada istrinya.
Peristiwa lain terjadi ketika menantu Ratu Arwa, Syams al-Ma’ali, mengambil istri lagi.
Fatima, putri Ratu Arwa, memohon bantuan ibunya, kemudian Ratu Arwa mengirim pasukan melawan menantunya itu.
Dia berpakaian sebagai seorang pria dan menyamarkan dirinya di antara tentara untuk menyelamatkan putrinya dan kembali ke rumahnya.
Sementara, Syams al-Ma’ali dikepung sampai diusir dari wilayah kekuasaannya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR