“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
Maka berdasarkan penjelasan di atas, dalam keadaan apapun, cerai atau tidak cerai, saudara berkewajiban untuk menafkahi anak saudara, namun jika saudara tidak mampu, ibu dari anak tersebut turut serta memikul kewajiban dimaksud. Hanya saja permasalahannya saat ini, istri saudara pergi meninggalkan saudara dengan membawa serta anak saudara. Oleh karena itu, hal yang seharusnya pertama saudara lakukan adalah mencari keberadaan istri dan anak saudara.
Kami sangat menyayangkan, bahwa dalam informasi yang saudara berikan, saudara tidak menjelaskan apakah saudara sudah bercerai atau tidak, dikarenakan hak asuh hanya dapat diberikan kepada salah satu dari orang tua setelah mereka diceraikan oleh Pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang menyebutkan:
“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tidak diatur dengan tegas mengenai siapa yang berhak untuk mendapatkan hak asuh anak, namun dalam penafsiran kami, apabila terjadi perselisihan mengenai hak asuh, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menyerahkan hal tersebut kepada Pengadilan untuk menentukan siapa yang berhak untuk mengasuh anak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di atas.
Khusus bagi yang beragama Islam, diatur dengan jelas mengenai bagaimana pemberian hak asuh apabila terjadi perceraian, sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyebutkan:
“Dalam hal terjadinya perceraian:
Hal ini hanya berlaku bagi mereka yang melakukan perkawinan secara muslim, namun bukan menjadi jaminan bahwa anak yang belum berumur 12 tahun, yang lahir dari perkawinan secara muslim, maka hak asuhnya jatuh kepada ibu sebagaimana Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dikarenakan dalam menentukan hak asuh anak baik perkawinan secara muslim ataupun perkawinan secara non muslim, harus melihat kepentingan dari anak dan siapakah yang lebih memberikan jaminan secara maksimal untuk tumbuh kembangnnya anak. Untuk itu siapa yang lebih berhak dalam mendapat hak asuh anak baik bapak atau ibu maka akan ditentukan kemudian melalui Putusan Pengadilan. Hal ini sesuai dengan Pasal 41 Huruf (a) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dari penjelasan di atas, maka saudara mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hak asuh terhadap anak saudara, jika saudara dapat membuktikan bahwa istri saudara bukanlah ibu yang baik bagi anak saudara, ataupun jika ternyata istri saudara dianggap tidak cakap secara hukum, demikian juga sebaliknya, istri saudara berhak untuk mendapatkan hak asuh atas anak saudara. Penentuan siapa yang lebih berhak mendapatkan hak asuh antara saudara atau istri saudara akan ditentukan kemudian melalui Putusan Pengadilan.
Sekian jawaban dari kami mengenai kewajiban memberi nafkah dan hak asuh pada anak yang dibawa kabur istri. Semoga bermanfaat.
(LBH Mawar Saron)
Dasar Hukum:
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR