Intisari-Online.com -
Pertanyaan:
Selamat siang nama saya Sofanir Nir dan saya tinggal di Jombang, Jawa Timur. Saya seorang suami yang saat ini ditinggal pergi oleh istri saya dengan membawa anak hasil pernikahan kami yang berusia 4 tahun.
Kami sudah berumah tangga selama 5 tahun. Setelah menikah, istri saya suka selingkuh, dan jika marah tidak dapat mengontrol dirinya. Selama kami berumah tangga, istri saya sudah 6 kali pergi meninggalkan saya dengan membawa anak kami yang berusia 4 tahun. Dan yang terakhir, masih berlangsung sampai saat ini yang sudah berjalan 1,5 bulan.
Dalam kondisi seperti ini, seperti apa kewajiban memberi nafkah dan hak asuh pada anak yang dibawa kabur istri?
Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaannya mengenai kewajiban memberi nafkah dan hak asuh pada anak yang dibawa kabur istri. Kami akan menjawab permasalahan saudara demikian.
Hal menafkahi anak yang lahir dari perkawinan merupakan kewajiban kedua orang tua, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan, yaitu :
“ (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya;
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”
Oleh karena itu, hal menafkahi anak merupakan suatu kewajiban yang akan berlaku terus-menerus, meskipun adanya perceraian yang terjadi antara orang tua. Kewajiban menafkahi menyangkut juga terhadap biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, sampai anak dapat membiayai hidupnya sendiri atau kawin. Apabila perkawinan putus karena perceraian, tanggung jawab terhadap biaya pemeliharaan anak dan pendidikannya dibebankan kepada ayah, namun apabila ayah tidak dapat memenuhi kewajibannya, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut serta dalam membiayai pemeliharaan anak dan pendidikannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 41 huruf b Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu :
“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
Kami sangat menyayangkan, bahwa dalam informasi yang saudara berikan, saudara tidak menjelaskan apakah saudara sudah bercerai atau tidak, dikarenakan hak asuh hanya dapat diberikan kepada salah satu dari orang tua setelah mereka diceraikan oleh Pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang menyebutkan:
“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
Khusus bagi yang beragama Islam, diatur dengan jelas mengenai bagaimana pemberian hak asuh apabila terjadi perceraian, sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyebutkan:
“Dalam hal terjadinya perceraian:
Dari penjelasan di atas, maka saudara mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hak asuh terhadap anak saudara, jika saudara dapat membuktikan bahwa istri saudara bukanlah ibu yang baik bagi anak saudara, ataupun jika ternyata istri saudara dianggap tidak cakap secara hukum, demikian juga sebaliknya, istri saudara berhak untuk mendapatkan hak asuh atas anak saudara. Penentuan siapa yang lebih berhak mendapatkan hak asuh antara saudara atau istri saudara akan ditentukan kemudian melalui Putusan Pengadilan.
Sekian jawaban dari kami mengenai kewajiban memberi nafkah dan hak asuh pada anak yang dibawa kabur istri. Semoga bermanfaat.
(LBH Mawar Saron)
Dasar Hukum: