Intisari-Online.com -Sejak Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, Amerika Serikat dan sekutu Baratnya banyak memberikan sanksi kepada Rusia.
Awal Mei lalu, Komisi Eropa mengumumkan rencana sanksi atas Rusia, termasuk proses penghentian impor minyak dari Rusia secara bertahap dalam 6 bulan ke depan.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menjelaskan tahapan 6 buan ditetepakan agar pasar komoditas bisa beradaptasi dengan penghentian impor minyak Rusia.
Dikutip Reuters (4/5/2022), von der Leyen mengatakan, "Kami ingin memaksimalkan tekanan atas Rusia, pada saat yang bersamaan, kami ingin agar kebijakan ini berdampak minimal ke kami dan mitra kami. Untuk mendukung Ukraina, ekonomi kami harus tetap kuat."
Embargo minyak Rusia adalah kelanjutan dari kebijakan larangan impor batu bara asal Rusia yang diumumkan bulan lalu.
Langkah ini juga membuka potensi larangan impor gas alam dari Rusia oleh Uni Eropa.
Namun, meskipun serangkaian sanksi yang dijatuhkan oleh Barat kepada Rusia, pendapatan ekspor minyak Rusia justru dilaporkan mengalami kenaikan.
Melansir Russian Today (RT), Sabtu (14/5/2022), pendapatan ekspor minyak Rusia telah melonjak sekitar 50% sejak awal 2022, lapor Bloomberg, mengutip data dari Badan Energi Internasional (IEA).
Menurut laporan pasar bulanan lembaga tersebut, Moskow telah memperoleh sekitar $20 miliar setiap bulan tahun ini dari penjualan minyak mentah dan produk-produk terkait minyak.
Pertumbuhan pendapatan terjadi meskipun ada sanksi Barat atas operasi militer Rusia di Ukraina.
Sebagai bagian dari sanksi ini, AS melarang semua impor minyak Rusia, Uni Eropa (UE) dan Inggris mengumumkan rencana untuk membatalkan semua pembelian minyak mentah Rusia pada akhir tahun.
Raksasa minyak internasional seperti Shell dan TotalEnergies juga berjanji untuk berhenti membeli minyak dari Rusia.
Namun, menurut IEA, pengiriman minyak Rusia justru meningkat – sekitar 620.000 barel per hari dibandingkan dengan Maret menjadi 8,1 juta pada April, kembali ke rata-rata sebelum krisis Ukraina dan sanksi berikutnya.
Karena meningkatnya permintaan, lebih banyak pengiriman diarahkan ke Asia, dengan China dan India mengambil kargo yang tidak lagi diinginkan di Eropa, menurut IEA.
Selain itu UE, terlepas dari pendiriannya, sejauh ini tetap menjadi pasar terbesar untuk bahan bakar Rusia dengan 43% dari ekspor minyak negara itu masuk ke blok tersebut pada bulan April, kata IEA.
Menurut IEA, pasar energi global, yang sudah ketat karena ketidakpastian atas minyak mentah Rusia, mungkin menghadapi tantangan lebih lanjut, dengan kombinasi embargo Eropa terhadap minyak Rusia dan permintaan rebound dari China saat lockdown Covid-19 dicabut.
Lembaga tersebut memperkirakan bahwa pasokan global, yang sudah turun sekitar 1 juta barel per hari bulan lalu, mungkin kehilangan tiga kali lipat pada paruh kedua tahun ini.