Nah, pada akhir perjumpaan saya menyerahkan materi SW dan daftar informasi yang harus didapat dari saudara tirinya yang menjadi anggota militer Polandia. Sejak itulah Adamski menjadi "orang" CIA yang "bertugas" di Polandia dan sekitarnya.
Ditawar orang
Terkuaknya Skandal Iran-Contra awal tahun 1987 membuat pemerintahan Ronald Reagan mendapat kecaman baik dari Kongres maupun dari Senat AS. Laksamana Muda John Poindexter, kepala Badan Keamanan Nasonal (NSC) AS, mengaku telah melakukan operasi rahasia; mengirimkan uang hasil penjualan senjata ke Iran untuk membiayai kegiatan gerilyawan Contra di Nikaragua. Kongres menuntut diadakannya penyelidikan dan pengadilan atas diri mereka yang terlibat dalam skandal itu. Selain Letkol Oliver North termasuk pula jajaran CIA.
Saat itu sebagai kepala Pusat Penanganan Antiteroris (CTC), di Markas Besar CIA Langley, saya pun tak luput dari penyelidikan Komisi Walsh atas kasus Iran-Contra. Sambil menunggu nasib, ada saja "cobaan" atas integritas pengabdian saya terhadap tugas selama ini.
Suatu hari di bulan Mei, telepon di rumah berdering.
"Saya ingin memberikan tawaran menarik kepadamu," ujar suara dari seberang tanpa mau menyebut jati dirinya. Saya tidak mengenal suara tersebut. Tapi ia menganjurkan agar saya menunggu telepon berikutnya di sebuah telepon umum dekat rumah. Entah kenapa saya tertarik. Yang jelas si penelepon tahu persis siapa yang sedang dihadapi. Paling tidak tahu kalau telepon rumah saya sedang disadap pemerintah lantaran saya sedang menghadapi penyelidikan dari Komisi Walsh. Terdorong rasa penasaran, saya ikuti saja instruksi telepon gelap ini.
Segera saya larikan mobil ke telepon umum terdekat, sekitar lima blok dari rumah. Benar. Tak lama kemudian telepon berdering. Suara yang sama memerintahkan saya menuju ke telepon umum berikutnya. Proses sama diulangi pada tahap berikutnya. Kali ini dengan jarak waktu yang semakin pendek di antara dua panggilan telepon, bahkan barangkali terlalu pendek bagi seseorang yang tidak terlatih.
Suara yang saya dengar, "Saya tahu selama ini kamu diperlakukan tidak adil oleh pemerintah dan CIA khususnya. Bayangkan, setelah mengabdikan hidup selama 30 tahun di CIA, ibaratnya sekarang ini kamu ditusuk dari belakang. Apakah kamu tidak merasa dikhianati?"
"Apa maksud Anda? Apa yang Anda inginkan?"
"Sebenarnya kamu bisa membalas pemerintahmu kalau mau!"
"Oh, saya tidak begitu tertarik. Good byel" kata saya sambil menutup telepon.
Rupanya permainan ini belum berakhir. Beberapa hari kemudian telepon kembali berdering. Taktik yang dipakai masih sama. Saya disuruh lari dari telepon yang satu ke telepon umum berikutnya. Kali ini mereka memakai jalur telepon umum yang berada jauh dari rumah saya. Meskipun naluri awal tidak mau melayani "permainan" ini, rupanya saya tergoda ingin tahu lebih jauh.
Saya tanyakan apakah ia menyangka saya akan balas dendam kepada pemerintah AS. Suara dari seberang membuat saya semakin penasaran. "Kami akan segera memberitahukan kepadamu." Beberapa waktu kemudian muncul lagi panggilan telepon ketiga.
"Misalnya benar, saya marah karena perlakuan pemerintah kepada saya sekarang ini. Lalu mau apa?" saya sengaja memancing si penelepon.
"Tentu kamu sadar, selama ini kamu memegang kunci rahasia yang bisa membongkar elemen penting pada sistem dan peralatan pengumpulan data intelijen AS."
Nah, benar 'kan. Orang tersebut menginginkan informasi intelijen AS. Tak bisa dipastikan apakah ia tahu betul saya punya akses ini, atau hanya menduga saja lantaran posisi dan pengalaman saya selama di CIA.
"Misalnya saya mengetahui rahasia yang Anda inginkan. Lantas saya akan melakukan balas dendam. Apa yang mesti saya lakukan?"
Jawaban yang saya terima begitu cepat, "Coba bayangkan, kamu 'kan memiliki akses ke banyak penerbitan di luar negeri atau jaringan informanmu yang luas. Kamu bisa membocorkan rahasia itu semuanya ke luar negeri tanpa diketahui orang."
Yang mereka inginkan ternyata informasi-informasi yang amat sensitif. Karena takut terpancing, saya tidak mau berbicara lebih mendalam. Prinsipnya, mereka menganjurkan saya menyiarkan semua rahasia intelijen yang top-secret ke luar negeri. Saya menduga penelepon terdiri atas lebih dari satu orang. Tujuan mereka, menggunakan rahasia ini untuk menghancurkan reputasi CIA dan merusak hubungan AS dengan negara-negara lain, atau untuk mengancam pemerintah agar menghentikan penyelidikan Skandal Iran-Contra. Tapi rasanya bukan profesional dari badan intelijen negara asing, lantaran mereka lebih tertarik untuk mengeruk informasi yang saya ketahui ketimbang mau membocorkan kepada dunia internasional. Apalagi tak terbersit isyarat mereka akan memberi imbalan untuk informasi dari saya.
Saya melaporkan hal ini kepada pengacara pribadi saya, Bill McDaniel. Selain itu juga menginformasikan kepada Barry Kelly, mantan rekan kerja di CIA yang sekarang bertugas di NSC. Dari Kelly informasi ini diteruskan kepada Jenderal Collin Powell yang saat itu adalah penasihat keamanan nasional presiden AS. (9 Kisah Nyata)
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR