Tahun 1955 kesehatan Einstein memburuk. Ia pucat, menjadi lebih kurus, menderita tukak lambung dan phlebitis.
Tanggal 13 April aortanya pecah tapi diharapkan bisa menutup sendiri. Ia sangat menderita tapi menolak suntikan penenang di ambulans yang membawanya ke klinik.
"Saya tidak mau ada upacara pemakaman", pesannya. "Saya tidak mau mempunyai makam. Bakarlah jenazah saya, abunya taburkan di tempat yang dirahasiakan".
Tanggal 18 April, ia tidur tenang di kamar rumah sakit ditunggui seorang perawat, Ny. Alberto Rozsel. Tiba-tiba pukul 1.15 perawat mendengar suara Einstein, tapi dalam bahasa Jerman.
Mungkin ia menanyakan Bibo, burung nuri kesayangannya yang mesti ditinggalkan di rumah. Atau biolanya?
Kemudian wajahnya tampak tenang sekali seakan-akan sudah dibimbing malaikat ke tahta kebenaran yang selalu dicarinya. (Paris Match)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1979)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR