Lalu, pada tahun 1965, lewat Amandemen Piagam PBB, anggota tidak tetap bertambah menjadi 10 anggota.
Anggota tidak tetap dipilih sesuai letak geografis dengan lima anggota dari Afrika atau Asia, satu anggota dari Eropa T imur, dua angota dari Amerika Latin, dan dua anggota dari Eropa Barat atau daerah lain.
Mereka dipilih oleh Majelis Umum PBB untuk masa jabatan dua tahun, Presiden dipegang oleh setiap anggota yang dipilih secara bergilir.
Setiap anggota memiliki satu suara, namun hanya lima anggota tetap yang memiliki hak veto.
Hak veto adalah suara yang memungkinkan lima anggota tetap untuk mencegah adopsi resolusi DK PBB yang substansi.
Melansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, Indonesia pertama kali menjadi anggota tidak tetap pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu 1974-1975, dan 1995-1996.
Lalu, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, pada tahun 2007-2008.
Dan di era Presiden Joko Widodo pada tahun 2018-2929 bersama Jerman, Afrika Selatan, Belgia, dan Republik Dominika.
Para proses pemilihan periode 2018-2020 melalui pemungutan suara, Indonesia memperoleh 158 suara dari total 192 suara anggota yang memiliki hak pilih.
Selama menjadi anggota tidak tetap, Indonesia memainkan peranan sebagai suara penengah dan menjembatani serata membentuk konsensus di antara para anggota DK PBB dan luas di negara anggota PBB.
Isu yang dibawa Indonesia di antaranya memastikan perdamaian, keamanan, dan stabilitas untuk pemenuhan agenda 2030 termasuk di Afrika.
Kemudian membentuk kemitraan global dalam membahas aplikasi keamanan pada ekonomi, kesehatan, dan lingkungan hidup, lalu dengan meningkatkan peranana perempuan dalam proses perdamaian.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR