"Jika tidak, kami berisiko mengulangi nasib perjanjian Minsk, dan kami tidak akan pernah menyetujui ini."
Menlu kembali melanjutkan dengan mengatakan bahwa Moscow prihatin dengan keputusan Kiev untuk menuntut ratifikasi kesepakatan damai potensial dan referendum. Menurut Lavrov, ini mungkin mempersulit prosesnya
Pernyataan Lavrov datang ketika media barat, bersama dengan para pejabat Ukraina, terus memicu narasi bahwa Rusia berada di balik pembunuhan massal warga sipil di kota Bucha, Ukraina.
Mereka mengutip rekaman yang menunjukkan mayat berserakan di jalan-jalan kota sebagai bukti.
Namun, rekaman itu justru dipertanyakan, karena banyak pengamat mengatakan bahwa "mayat" bergerak atau bahkan berdiri ketika kamera bergerak melewati mereka.
Moscow mengatakan bahwa tuduhan Bucha adalah "provokasi lain" yang dilakukan terutama oleh media barat dan ditujukan untuk memfitnah Rusia.
Bahkan, karena sangat yakin telah menjadi korban fitnah, Moscow sampai dua kali meminta sidang darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai situasi Bucha, tetapi Inggris (yang saat ini memimpin DK PBB) menolaknya.
Lalu, apa alasan Barat bak seolah terus-menerus menunda perundingan dan membiarkan konflik Rusia-Ukraina terus berlangsung? Jawabannya apa yang sedang dinikmati oleh Amerika Serikat ini.
Amerika Serikat sedang semringah-semringahnya karena bisnis penjualan pesawat tempur mereka kini makin laris seiring dengan munculnya konflik Rusia-Ukraina.
Baru-baru ini, seperti dilansir Reuters, AS baru saja mencapai kesepakatan penjualan delapan unit jet tempur F-16 serta belasan rudal termutakhir mereka ke Bulgaria.
Tidak main-main, total uang yang diraup oleh AS melalui kesepakatan ini adalah AS$1,6 miliar atau lebih dari Rp23,9 triliun.
Pembelian tersebut tentu saja dipicu oleh kekhawatiran Bulgaria akan terjadinya konflik perang yang melibatkan negaranya.
Wah, sungguh sebuah 'berkah' di balik musibah, ya.
KOMENTAR