Intisari - Online.com - "Dalam perang, kebenaran adalah korban pertama."
Kutipan ini kabarnya dikatakan oleh Aeschylus, seorang pakar tragedi Yunani di tahun keenam Sebelum Masehi (SM) yang terkenal karena "penggunaan citra yang berlebihan, kiasan mitis, bahasa yang agung, permainan kata, dan teka-teki."
Oleh karena itu, pantaslah bahwa orang yang pertama kali memberi tahu konsep propaganda masa perang modern akan melihat kutipannya menjadi hidup di Ukraina saat ini.
Pemerintah Kiev dan penasihat perang informasi Barat mereka mungkin telah mengkooptasi semua perangkat penulis drama Aeschylus untuk membuat tragedi modern di kota Bucha di Ukraina yang mencontohkan gagasan kebohongan tidak hanya sebagai produk sampingan, tetapi juga senjata perang.
Opini dari Scott Ritter, mantan petugas intelijen Pasukan Marinir AS dan penulis dari "SCORPION KING: America's Suicidal Embrace of Nuclear Weapons from FDR to Trump" diunggah di media Rusia rt.com.
Ritter membahas tentang tragedi Bucha, kota di Ukraina yang baru saja menyaksikan tentara-tentara Rusia menarik diri keluar dari kota itu setelah terjadi perkembangan dalam pembicaraan Rusia-Ukraina.
Namun Ukraina segera menuduh Rusia dalam kejahatan perang dikarenakan video-video yang beredar dari Bucha menunjukkan pembantaian atau genosida.
Ritter mengatakan sumber utama laporan tragedi Bucha adalah sebuah rekaman video, diambil oleh Polisi Nasional Ukraina, saat salah satu konvoi mereka berkeliling di jalanan kota.
Selusin atau lebih mayat mengotori jalanan, banyak yang tampak terikat.
Video ini telah viral, memproduksi pandemi kemarahan dan amukan yang terjadi hampir di seluruh dunia, menangkap perhatian dari kepala negara dan kepala Gereja Katholik, menghasilkan gelombang kecaman dan amukan diarahkan ke Rusia dan presidennya, Vladimir Putin.
Hubungan sebab akibat antara video dan kemarahan global ini disebut Ritter jelas, karena kemarahan tidak akan muncul tanpa video.
Kini Ritter mengajak pembacanya untuk obyektif.
KOMENTAR