Intisari - Online.com -Presiden Vladimir Putin mengatakan pada hari Rabu bahwa Rusia hanya akan menerima pembayaran dengan rubel untuk pengiriman gas ke "negara-negara tidak ramah," yang termasuk semua anggota Uni Eropa, setelah Moskow diserang dengan sanksi tidak terduga karena serangan ke Ukraina.
Segera setelah pengumumannya, Rubel, yang telah meroket sejak dimulainya konflik Ukraina, menguat terhadap Dolar dan Euro.
Sementara harga gas meningkat.
Melansir VOA, Putin mengatakan selama pertemuan pemerintah di televisi bahwa "Aku telah memutuskan menerapkan serangkaian langkah memindahkan pembayaran pasokan gas kami ke negara-negara tidak ramah ke Rubel Rusia."
Ia menambahkan, tapi, bahwa Rusia akan melanjutkan memasok volume gas sesuai kontrak.
Putin memerintahkan bank sentral Rusia menerapkan sistem pembayaran baru dalam seminggu ini, mengatakan mereka harus transparan dan melibatkan pembelian Rubel di dalam pasar domestik.
Putin juga memberi petunjuk bahwa ekspor Rusia lainnya dapat kena dampak.
Di hari yang sama agensi luar angkasa Rusia Roscosmos mengumumkan mereka juga akan bersikeras bagi mitra internasionalnya untuk membayar dalam Rubel.
"Kami juga akan menyelesaikan semua kesepakatan eksternal kami dalam Rubel," ujar kepala Roscosmos Dmitry Rogozin dikutip saat ia berbicara dengan kantor berita Tass.
"Jelas bahwa mengirimkan barang-barang kami ke Uni Eropa, AS, dan menerima Dolar, Euro, dan mata uang lain tidak lagi masuk akal bagi kami," ujar Putin.
Ukraina cepat mengecam "perang ekonomi" Rusia pada Uni Eropa dan upayanya "memperkuat Rubel."
"Namun Barat dapat menyerang Rusia dengan embargo minyak yang bisa menyebabkan ekonomi Rusia terjun," ujar penasihat presiden Ukraina Andriy Yermak di Telegram.
"Kini sudah menjadi perang ekonomi kunci, dan Barat harus secara kolektif memenangkannya," tambahnya.
Sanksi yang melumpuhkan
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck, yang negaranya mengimpor 55% dari gas alam mereka dari Rusia sebelum konflik, mengatakan permintaan Putin adalah pelanggaran kontrak dan Berlin akan mendiskusikannya dengan mitra Eropa "bagaimana kami akan bereaksi akan itu."
Perusahaan energi OMV Austria mengatakan pada Rabu bahwa mereka akan tetap membayar gas Rusia dengan mata uang Euro walaupun Rusia mengumumkan pembayaran dengan Rubel.
"Kami tidak punya dasar lain untuk kontrak ini. Aku tidak akan melakukan hal lain," ujar CEO OMV Alfred Stern kepada televisi Austria.
Negara-negara Barat telah menumpuk sanksi melumpuhkan kepada Moskow sejak Moskow menyerang Ukraina.
Barat membekukan hampir USD 300 miliar sumber mata uang asing Rusia di luar negeri, sebuah gerakan yang disebut Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov sebagai pencurian.
Namun sementara AS melarang impor minyak dan gas Rusia, Uni Eropa, yang menerima sekitar 40% dari pasokan gasnya dari Rusia pada tahun 2021 telah mempertahankan pengiriman dari Moskow.
Namun Brusel telah menetapkan target menyerang impor gas Rusia sebanyak dua pertiga pada akhir tahun dan sedang menyorot embargo minyak.
"Rusia kini sedang mencari cara menekan Barat dengan menyerang sanksi, dan mengurani ketergantungannya dengan mata uang asing," ujar analis senior Swissquote Ipek Ozkardeskaya kepada AFP.
'Mengangkat lawan'
Analis Timothy Ash dari BlueBay Asset Management mengatakan, namun, bahwa "sulit melihat gerakan Putin sebagai pendorong positif Rubel."
Ash mengatakan Putin hanya mencoba memaksa negara-negara Barat bertukar dengan bank sentral Rusia, yang sudah mereka beri sanksi.
"Hal ini hanya akan mempercepat diversifikasi menjauh dari energi Rusia," tambahnya.
Menurut kelompok investasi Locko Invest, negara itu disebut "tidak ramah" oleh perusahaan Rusia untuk lebih dari 70% ekspor energi Rusia dalam hal pendapatan.
Grup juga menggarisbawahi bahayanya jika Gazprom kehabisan mata uang asing untuk membayar utang mereka di masa depan.
Namun Andrew Weiss dari Carnegie Foundation mengatakan: "Putin jelas-jelas tahu bagaimana membangun dan mengeksploitasi manfaat."
"Putin telah secara rutin menggunakan eskalasi dalam situasi-situasi ini untuk mengangkat rencana musuhnya. Tidak ada alasan untuk meragukan bahwa itu sudah berubah," ujar Weiss di Twitter.