Intisari-Online.com -Setelah Rusia melakukan invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu, sejumlah negara di dunia telah menjatuhkan sanksi kepada negara tersebut.
Sanksi-sanksi tersebut seperti larangan investasi hingga pembekuan aset terhadap para pemimpin Rusia dan oligarki, serta penolakan akses ke bandara dan wilayah udara.
Akses Rusia ke sistem pembayaran internasional SWIFT juga telah dikurangi.
Mereka telah menjatuhkan sanksi untuk menghalangi Rusia melakukan invasinya terhadap Ukraina lebih lanjut.
Yang terbaru, AS dan sekutunya kembali meningkatkan tekanan pada Rusia atas serangannya ke Ukraina.
Melansir Reuters, AS telah memberlakukan sanksi baru terhadap puluhan perusahaan pertahanan, ratusan anggota parlemen serta kepala eksekutif bank terbesar Rusia.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) AS mengatakan di antara target sanksi baru adalah lebih dari 40 perusahaan pertahanan, termasuk Tactical Missiles Corp milik negara dan 28 perusahaan yang terkait, serta direktur umumnya.
Di antara negara-negara yang memberlakukan sanksi pada Rusia, ternyata ada negara yang memilih untuk tidak menjatuhkan sanksi karena adanya kepentingan menjaga hubungan baik dengan Rusia.
Melansir 24h.com.vn, Sabtu (26/3/2022),Presiden Tayyip Erdogan menekankan bahwa Turki tidak akan berpartisipasi dalam sanksi terhadap Rusia.
Pernyataan bahwa Turki tidak akan berpartisipasi dalam sanksi terhadap Rusia diberitahukan oleh Erdogan kepada wartawan dalam penerbangan kembali dari KTT NATO pada 25 Maret.
“Dalam hal sanksi, kami sedang mempelajari beberapa pedoman PBB, tetapi jangan lupa bahwa Turki tidak dapat mengesampingkan hubungannya dengan Rusia,” harian Turki Hurriyet mengutip pernyataan Erdogan.
Saat ini, Turki bergantung pada sekitar setengah kebutuhan gas alam Rusia.
Selain itu, Turki dan Rusia juga bekerja sama untuk membangun PLTN Akkuyu.
"Kami harus melindungi kepekaan ini. Pertama, saya tidak bisa membiarkan rakyat Turki kekurangan kehangatan di musim dingin. Kedua, kita tidak bisa mengembangkan industri tanpa kerja sama dengan Rusia."
Presiden Erdogan menegaskan kembali bahwa pemerintahannya harus melindungi kepentingan rakyat Turki.
"Negara kami berpenduduk 85 juta orang dan kami telah mengambil bagian dalam setiap kewajiban. Kami telah mengirim 56 truk bantuan kemanusiaan kepada rakyat Ukraina. Kami memberi mereka makanan, pakaian, obat-obatan. Kami akan melanjutkan lebih banyak kegiatan bantuan," tambah Erdogan.
Baca Juga: Gambar Peta Dunia yang Selama Ini Kita Lihat Kemungkinan 'Bohong', Begini Penjelasannya
Pemimpin Turki itu juga mengungkapkan bahwa ketika dia bertukar hal-hal ini dengan Presiden Emmanuel Macron, dia "diakui dengan benar" oleh rekannya dari Prancis tersebut.
Ankara telah berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk berpartisipasi dalam sanksi terhadap Rusia, untuk melindungi ekonominya dan membuka saluran dialog dengan Moskow.
Pada hari yang sama, Presiden Belarusia Lukashenko menegaskan bahwa dia tidak memiliki rencana untuk berperang di Ukraina dan hanya akan bertindak jika diserang.
"Saya telah mengatakan ribuan kali bahwa Belarus tidak memiliki rencana untuk memasuki perang di Ukraina. Tetapi masalah ini masih memanas," kata kantor berita Tass mengutip pernyataan Presiden Alexander Lukashenko.
Pidato Lukashenko datang ketika oposisi domestik meluncurkan argumen yang mempengaruhi opini publik Belarusia bahwa "pasukan Belarusia akan berperang di negara tetangga Ukraina".
"Belarus hanya dapat ditarik ke dalam perang jika kampanye diluncurkan melawan kami, jika mereka berperang dengan kami. Itu sebabnya saya selalu waspada," kata Presiden Lukashenko.