Sementara itu, Rusia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun mengungkapkan keprihatinan tentang implikasi yang dibawa oleh keanggotaan NATO Ukraina pada keamanan Rusia dan regional.
Rusia menyebut tawaran NATO Ukraina sebagai 'garis merah' yang tidak akan diizinkan untuk dilintasi setelah beberapa gelombang ekspansi ke arah timur oleh blok tersebut.
Aliansi Barat tersebut mulai mendorong ke timur setelah berakhirnya Perang Dingin serta runtuhnya Uni Soviet dan blok Pakta Warsawa.
Pada tahun 1990 dan lagi pada tahun 1991, pejabat AS dan NATO berulang kali berjanji kepada Moskow bahwa aliansi tersebut tidak akan berkembang "satu inci ke timur" di luar perbatasan Jerman yang bersatu kembali.
Namun, Presiden AS Bill Clinton melanggar komitmen ini pada tahun 1994, dengan mengatakan perluasan NATO akan menjadi pertanyaan kapan, bukan jika.
Dalam beberapa dekade sejak itu, setiap mantan anggota Pakta Warsawa, ditambah tiga republik pasca-Soviet dan empat republik bekas Yugoslavia dimasukkan ke dalam aliansi.
Baca Juga: Mending Panen Sendiri daripada Beli, Begini Cara Menanam Tomat hanya dengan Empat Irisan Tomat Saja!
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2022 Jawa Tengah, Lengkap Jadwal Berbuka Puasa dan Shalat 5 Waktu
Pertanyaan berulang oleh Moskow tentang prospek Rusia sendiri bergabung dengan aliansi telah ditolak oleh blok tersebut.
Pada tahun 2014, pemerintah Ukraina yang mencari netralitas digulingkan dalam kudeta oleh kekuatan politik yang berusaha mendorong negara itu ke barat, mendorong Krimea untuk melepaskan diri dari yurisdiksi Kyiv dan bergabung kembali dengan Rusia, dan memicu perang saudara di timur negara itu.
Pada bulan Desember 2014, parlemen pasca-kudeta Ukraina secara resmi meninggalkan status non-blok negara itu.
Pada Februari 2019, amandemen dibuat pada undang-undang dasar negara itu, yang mendorong Ukraina ke Uni Eropa dan NATO dalam konstitusi.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR