Advertorial

Dijuluki 'Bloody Mary' karena Kekejamannya Bakar Ratusan Orang, Inilah Sosok Ratu Pertama Inggris, Berhasil Duduki Takhta setelah Dibuang dari Istana

Khaerunisa

Editor

Sebelum menjadi ratu Inggris pertama yang dikenal kejam, ia merupakan seorang putri yang dibuang dari istana
Sebelum menjadi ratu Inggris pertama yang dikenal kejam, ia merupakan seorang putri yang dibuang dari istana

Intisari-Online.com - Mary Tudor atau Mary I, kemudian dikenal sebagai 'Bloody Mary' karena kekejamannya membantai ratusan orang dengan membakar mereka di tiang pancang.

Sebelum menjadi ratu Inggris pertama yang dikenal kejam, ia merupakan seorang putri yang dibuang dari istana oleh ayahnya sendiri, yaitu Raja Henry VIII.

Dia lahir dengan nama Mary Tudor pada 18 Februari 1516 di Istana Placentia di Greenwich, Inggris.

Dia merupakan satu-satunya anak Raja Henry VIII dan istri pertamanya, Putri Catherine dari Aragon, yang bertahan hidup.

Mary dibaptis sebagai seorang Katolik tak lama setelah kelahirannya.

Ibu dan para cendekiawan memberi pengajaran untuknya sehingga dia unggul dalam musik dan bahasa.

Pada 1525, dia dikirim oleh ayahnya untuk tinggal di perbatasan Welsh, sementara sebuah pernikahan tengah diatur untuknya.

Di sisi lain, Raja Henry VIII ternyata berencana menceraikan Catherine dari Aragon, yang tak lain ibu Mary, untuk menikahi Anne Boleyn.

Baca Juga: Rumor Menyebut Hantunya Gentayangan di Istana Inggris, Inilah Catherine Howard, Istri Raja Henry VIII yang Mati Dieksekusi karena Tuduhan Perzinaan

Baca Juga: Cek Kalender Maret 2022, Jangan Lewatkan Hari Hak Konsumen Sedunia Tanggal 15 Maret Serta Hari Peringatan Nasional dan Internasional Lainnya

Anne Boleyn merupakan salah satu dayang Catherine, yang mengundang banyak kekaguman di dalam istana atas sikapnya saat itu.

Ketika Paus menolak mengakui hak Henry untuk menceraikan Catherine, bahkan setelah perceraian itu disahkan di Inggris, Henry pun memutuskan hubungan dengan Roma dan mendirikan Gereja Inggris pada 1534.

Tak hanya dijauhkan dari istana, Putri Mary kemudian dihapuskan sebagai pewaris kerajaan.

Itu terjadi setelah Anne Boleyn melahirkan seorang putri yang diberi nama Elizabeth.

Raja khawatir Mary akan menimbulkan tantangan bagi suksesi takhta, sehingga dia mendesak Parlemen untuk menyatakan gadis 17 tahun itu tidak sah sebagai pewaris kerajaan dan usahanya pun berhasil.

Bukan hanya itu, Mary pun tidak boleh lagi menemui ibunya, yang dikirim untuk tinggal jauh darinya.

Mary berhasil kembali ke istana setelah Anne Boleyn dieksekusi karena pengkhianatan, sementara Henry VIII menikah lagi dengan Jane Seymour.

Namun, kembalinya Mary ke istana disertai dengan syarat, yaitu jika Mary mau mengakui dia sebagai kepala Gereja Inggris dan mengakui ilegalitas pernikahannya dengan istri pertamanya, yang tak lain adalah ibu Mary.

Baca Juga: Catat, Inilah 3 Cara Memijat Payudara dan Mengencangkan Alami

Baca Juga: Jor-joran Dikirimi Senjata dari Banyak Negara, Ukraina yang Punya Catatan Buruk dalam Hal Ini Dikhawatirkan akan Menambah Kondisi Jadi Makin Runyam

Dengan terpaksa, Mary setuju dan akhirnya kembali masuk ke istana.

Sementara Raja Henry VIII telah memiliki pewaris takhta, seorang putra dari Jane Seymour yang dikenal sebagai Edward VI.

Ketika Edward VI mewarisi takhta di usia 9 tahun pada 1547, Mary harus menghadapi perbedaan di antara mereka terkait agama.

Ketegangan itu menghiasi masa pemerintahan singkat saudara tirinya tersebut hingga sang raja mangkat di usia 15 tahun pada Juli 1553.

Setelah Raja Edward VI mangkat, Mary tak langsung naik takhta. Ia harus menggulingkan pemerintahan ratu baru pengganti Edward, Lady Jane Gray, cucu dari adik perempuan Henry.

Lady Jane ditempatkan dalam takhta Inggris dalam perjanjian rahasia antara Edward dan penasihatnya.

Mendapat dukungan yang meluas, beberapa hari kemudian tepatnya pada 18 Juli 1553, Mary yang berusia 37 tahun berhasil naik takhta.

Mary akhirnya menjadi ratu pertama yang memerintah Inggris melalui haknya sendiri, bukan menjadi ratu karena pernikahan dengan seorang raja.

Baca Juga: Gunakan Peluru Berlapis Lemak Babi Untuk Melawan Tentara Muslim Cechnya, Inilah Tentara Azov Ukraina Beridologi Nazi yang Dibenci Vladimir Putin

Baca Juga: Untung Bagi Amerika Buntung Bagi Ukraina, Rupanya Bak Mendapat 'Tambang Emas' Dadakan Inilah Keuntungan Amerika dari Perang Rusia-Ukraina

Mary I berusaha untuk mengembalikan pernikahan orangtuanya secara sah.

Bertekad untuk membawa rakyatnya kembali pada gereja Roma dan agar saudara tirinya, Elizabeth, tidak menjadi penerus takhtanya, dia berkeinginan menikah dengan Phillip II dari Spanyol, putra Kaisar Charles V.

Meski sebagian besar penasihat menganjurkan agar dia menikahi sepupunya, Courtenay, yang masih berdarah kerajaan, ia tetap pada pendiriannya.

Pada 1554, terjadi pemberontakan yang yang dipimpin oleh Sir Thomas Wyatt.

Dengan pidato luar biasa yang membangkitkan ribuan rakyat untuk memperjuangkannya, akhirnya Wyatt dikalahkan dan dieksekusi. Sementara itu, Sang ratu menikahi Philip.

Setelah itu, dia menegakkan kembali hukum yang menentang siapa pun yang dianggap sesat.

Selama lima tahun, dia mengeksekusi tanpa henti sekitar 300 orang yang dibakar di tiang panjang. Inilah yang membuatnya mendapat julukan sebagai Bloody Mary.

Dia dibenci, sementara suaminya memfitnah dan tak lagi percaya kepadanya sehingga dia sendiri yang disalahkan atas pembantaian kejam itu.

Baca Juga: Inilah Qanat Firaun, Kanal Firaun, Terowongan Bawah Tanah Terpanjang di Dunia Kuno yang Menghubungkan Air ke Kota di Provinsi Kuno Suriah, Dipercaya Tempat Yesus Mengusir Setan

Baca Juga: Perang Rusia-Ukraina Memanas, Semboyan 'Merdeka atau Mati' Diserukan Anak-anak Muda Ukraina saat Tentara RusiaBombardirUkraina, NgakuTerinspirasi Sumpah Pemuda Indonesia

Sementara, aliansi dengan Spanyol menyeret Inggris ke dalam konflik militer dengan Perancis, yang membuatnya harus melepaskan Calais.

Mary tidak dikaruniai anak dan dilanda kesedihan. Pada 1558, Mary mengalami sejumlah kehamilan "palsu", yang kemungkinan adalah kanker rahim.

Dia meninggal di Istana St James di London pada 17 November 1558 dan dimakamkan di Westminster Abbey.

Setelah kematian Mary, saudara tirinya meneruskan takhtanya sebagai Ratu Elizabeth I pada 1559.

Baca Juga: Makin Gila dan Tak Terkendali, Usai Menghujani Seluruh Ukraina dengan Rudal, Siapa Sangka Ini Rencana Vladimir Putin Sesungguhnya, Serangan Berlanjut ke Wilayah Ini

Baca Juga: Gunakan Peluru Berlapis Lemak Babi Untuk Melawan Tentara Muslim Cechnya, Inilah Tentara Azov Ukraina Beridologi Nazi yang Dibenci Vladimir Putin

(*)

Artikel Terkait