Rela Ikut Berperang saat Hamil Besar, Putri Spanyol Ini Justru Berakhir Didepak dari Posisi Permaisuri Demi Wanita yang Lebih Muda

Khaerunisa

Editor

Catherine dari Aragon.
Catherine dari Aragon.

Intisari-Online.com - Catherine dari Aragon, Putri Spanyol, merupakan anak terakhir dari Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella I dari Kastilia.

Lahir pada pada 16 Desember 1485 di Istana Uskup Agung di Alcala de Henares di Madrid, Spanyol, ia telah dijodohkan dengan Pangeran Arthur dari Inggris pada usia 3 tahun.

Arthur merupakan putra tertua Raja Henry VII dari Inggris, pewaris tahta yang diangkat sebagai Pangeran Wales pada usia 5 tahun.

Segera setelah Arthur mencapai usia 15 tahun dan dianggap cukup umur untuk menikah, pada 2 Oktober 1501 Catherine tiba di Inggris.

Pada 14 November 1501, Catherine menikah dengan Arthur, tetapi hanya beberapa bulan setelah pernikahan mereka, pasangan itu mengidap penyakit misterius.

Catherine berhasil pulih, sementara Arthur meninggal pada 2 April 1502 .

Lembaran baru kehidupan Catherine di istana Inggris dimulai setelah kematian suaminya itu.

Perjalanan yang awalnya tampak indah, tetapi kemudian membawanya pada kisah hidup yang tragis.

Baca Juga: Kongkalikong dengan Permaisuri untuk Kudeta Pemerintahan, Inilah Cixi, Sosok Selir Kontroversial dari China yang Menempatkan Dirinya Seperti Dewa

Baca Juga: Kisah Dong Baoluo, Kekasih Rahasia Wu Zetian yang Berhasil Membuat Kaisar Wanita Pertama China 'Mabuk Kepayang' dengan Bakatnya Ini

Setelah kematian Arthur, Raja Henry VII menjodohkan Catherine dengan Pangeran Henry, Adipati York dan putra kedua Henry VII.

Raja Henry VII ingin menghindari pembayaran kembali, yang seharusnya dia lakukan jika Catherine kembali ke rumah.

Mahar sebesar 200.000 mahkota telah disetujui untuk pernikahan Catherine dan Arthur; setengahnya telah dibayarkan.

Di Inggris, karier Catherine cemerlang, ia memegang posisi duta besar untuk Pengadilan Spanyol di Inggris pada 1507, menjadi duta besar wanita pertama dalam sejarah Eropa.

Sementara itu, Henry VII meninggal pada 21 April 1509 dan Pangeran Henry menggantikan tahta sebagai Raja Henry VIII .

Segera setelah naik takhta, Henry VIII dari Inggris menikahi Catherine dari Aragon dalam sebuah upacara pribadi di gereja Observant Friars di Greenwich pada 11 Juni 1509.

Dengan Henry, Catherine memiliki perbedaan usia 5 tahun. Saat pernikahan, Catherine berusia 23 tahun sementara Henry akan berusia delapan belas tahun.

Catherine adalah yang pertama dari enam istri Henry VIII. Raja Inggris yang satu ini kemudian dikenal sebagai raja dengan banyak istri.

Baca Juga: Mengenal Kaisar Roma Caligula yang Culas dan Sewenang-wenang, Kegilaannya Termasuk Jadikan Istana Kerajaan Sebagai Rumah Bordil Sampai Adik Perempuannya Diperistri dan Dijadikan Budak Seks

Baca Juga: Awalnya Ingin Bergabung, Ukraina yang Klaim Sudah Bunuh 10.000 Tentara Rusia Kini Kecam Sikap NATO, Kenapa?

Tahun-tahun awal pernikahan Catherine dengan Henry dianggap baik. Selama periode ini Catherine bertindak sebagai penasihatnya yang paling berpengaruh.

Bahkan, ketika Henry VIII memulai kampanyenya melawan Prancis, ia mengangkat Catherine sebagai wali Inggris.

Dua bulan setelah kepergian Henry, Skotlandia menginvasi Inggris. Catherine yang tengah hamil besar menjalankan tugasnya dengan kompeten sebagai wali selama invasi.

Invasi Skotlandia itu pun berakhir dengan kemenangan Inggris dalam Pertempuran Flodden.

Kemudian, Catherine mengirimi suaminya surat dan sepotong mantel berdarah Raja James IV dari Skotlandia, yang telah tewas dalam pertempuran, ntuk digunakan Henry sebagai spanduk di pengepungan Tournai.

Pasangan Henry VIII dan Catherine yang tampak begitu kuatnya kemudian mulai runtuh dengan kehadiran seorang wanita muda bernama Anne Boleyn.

Anne Boleyn merupakan anak dari seorang diplomat bernama Thomas Boleyn dan Elizabeth Howard, putri dari Adipati Norfolk. Ia kemudian menjadi pelayan kehormatan untuk Catherine.

Henry VIII dikenal berselingkuh dengan Anne dan sangat menyukainya. Ini, dikombinasikan dengan ketidakmampuan Catherine untuk memberinya ahli waris laki-laki menyebabkan Henry mencari pembatalan pernikahan mereka.

Baca Juga: Meski Perundingan Sedang Berlangsung Namun Perang Terus Berlanjut, Dunia Bisa Bernapas Lega Mendengar Kabar Perang Rusia-Ukraina Ini, Ternyata Gencatan Senjata Kedua Akan Terjadi Tak Lama

Baca Juga: Cara Cek Weton; Tiga Weton Wanita Baik Hati Ini Jadi Pujaan Banyak Pria, Berharap Jadikan Mereka Istri, Apakah Anda Salah Satunya?

Antara 1510 dan 1518, sebenarnya Catherine melahirkan enam anak, termasuk dua putra. Namun semua anaknya kecuali seorang putri bernama Mary lahir mati atau meninggal pada awal masa bayi.

Sebuah penyelidikan telah menunjukkan bahwa kehamilannya yang gagal bisa jadi akibat dari anoreksia.

Henry VIII meminta pembatalan pernikahannya dengan alasan bahwa ada kutukan karena dia menikahi istri saudaranya.

Sementara Catherine malah berdiri teguh pada pendiriannya, bahwa pernikahannya dengan Arthur tidak pernah terwujud dan, menurut hukum kanon, tidak sah.

Paus Klemens VII menolak untuk membatalkan pernikahan mereka karena dia takut akan membuat marah keponakan Catherine, Kaisar Romawi Suci Charles V.

Pada tahun 1533, Henry meminta Thomas Cranmer, uskup agung Canterbury, membatalkan pernikahannya dengan Catherine.

Tahun berikutnya ia mengesahkan Undang-Undang Supremasi yang menyatakan Raja sebagai Kepala Tertinggi Gereja Inggris.

Peristiwa yang dianggap sebagai tonggak dalam sejarah Inggris, karena menyebabkan Reformasi Inggris, dimana Gereja Inggris memisahkan diri dari otoritas Paus dan Gereja Katolik Roma.

Baca Juga: Perhatian Dunia Tertuju pada Perang Rusia-Ukraina, KKB Papua Beraksi Kembali, Dua Anggotanya Bunuh Delapan Karyawan Perusahaan di Papua Ini, Beginilah Aksi Mereka dan Penjelasan TNI

Baca Juga: Pantas Sampai Berani Tawarkan Hadiah Rp14 Miliar Untuk Tangkap Vladimir Putin, Ternyata Presiden Rusia Itu Nyaris Mustahil Untuk Ditangkap Karena Keamanan yang Super Ketat Ini

Peristiwa itu akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi Reformasi Protestan Eropa.

Henry berhasil membatalkan pernikahannya dengan Catherine dan menikahi Anne Boleyn yang sudah hamil.

Sementara Catherine, bahkan sebelum pembatalan pernikahannya, telah diasingkan dari istana dan dikirim untuk tinggal di kastil The More.

Pada 1535, dia dipindahkan ke Kastil Kimbolton di Cambridgeshire. Dia juga dilarang untuk melihat putri semata wayangnya, Mary.

Baik Catherine dan putrinya ditawari tempat tinggal yang lebih baik dan izin untuk bertemu satu sama lain jika mereka mau mengakui Anne Boleyn sebagai ratu baru, tetapi mereka menolak.

Catherine mengurung dirinya di satu ruangan dan sering berpuasa. Dia meninggal di kastil pada 7 Januari 1536 pada usia 50 tahun.

Hidupnya berakhir tragis, tetapi nantinya, putrinya Mary akan memerintah Inggris selama lebih dari lima tahun dari tahun 1553 hingga 1558 sebagai Ratu Mary I dari Inggris.

Sementara nasib Anne Boleyn tak kalah tragis dibanding Catherine. Ia juga dikhianati Raja Henry VIII dan disingkirkan demi wanita lain.

Baca Juga: Bak Kena Karma, Rebut Posisi Permaisuri dari Istri Pertama Raja, Ratu Inggris Ini Alami Nasib yang Lebih Tragis

Baca Juga: Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949, Berpengaruh pada Perjuangan Bangsa Indonesia Ini

(*)

Artikel Terkait