Selat Torres lepas Teluk Carpentaria telah selalu diawasi dengan ketat, tapi kini lebih diawasi lagi saat Australia memperhatikan batas maritim utara dan khawatir akan kehadiran China yang meningkat.
Kekhawatiran Australia terasa seperti kekhawatiran Indonesia yang memperhatikan Laut Natuna Utara.
Australia telah memindahkan pasukan darat dan udara lebih banyak ke Wilayah Utara beberapa tahun terakhir dan akhirnya akan mengirimkan delapan Northup Grumman Global Hawks, drone jangka jauh yang mampu berpatroli sampai 30 jam lamanya.
Varian maritim MQ-4C Triton akan ditempatkan di Pangkalan Udara Tindal, 330 kilometer tenggara Darwin, rumah untuk squadron jet F/A-18 dan fasilitas dukungan perang untuk jadi tempat kunjungan pasukan AS dalam latihan rutin Teritori Utara.
Ditugaskan hanya dengan angkatan udara AS dan Korea Selatan, Hawks diharapkan bekerja berdua dengan P-8, yang beroperasi di pangkalan Edinburgh, Australia Selatan, tapi sering diluncurkan ke tempat Australia lainnya.
Kedatangan mereka yang kini ditunda sampai 2024, akan meningkatkan kemampuan RAAF melakukan misi pengintaian yang diperluas di atas Samudra Hindia dan melintasi Laut Timor dan Arafura, memisahkan rantai pulau timur Indonesia dari Australia.
Pakar pertahanan hal ini menguntungkan Jakarta, yang mana sudah dibantu Australia dengan mata-mata karena Indonesia tidak punya kemampuan mengumpulkan informasi walaupun keuntungan memiliki Zona Ekonomi Eksklusif 6,1 juta kilometer persegi.
KOMENTAR