Intisari-Online.com-RUU IKN, rencana pemindahanibu kota negaradari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sudah ditetapkan menjadi Undang-undang IKN dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2021).
Namun atas keputusan tersebut, kini justru banyak pihak yangmulai mempertanyakan masa depan Jakarta.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta, Diana Dewi, dalam diskusi publik tentang dampak pemindahan ibu kota negara dari Jakarta pada 24 Januari 2022, mengatakan pemindahan ibu kota akan mempengaruhi kinerja ekonomi Jakarta.
Dampaknya akan terasa pada belanja rumah tangga dan belanja pemerintah di Jakarta yang diperkirakan akan menurun, ujarnya.
Pasalnya, industri padat karya diperkirakan akan meninggalkan kota dan kota-kota satelit lainnya, dan konsumsi rumah tangga juga diperkirakan akan menurun karena PNS dan personel TNI dan Polri dipindahkan ke ibu kota baru, katanya sebagaimana dilansir The Malaysian Reverse, Kamis(10/2/2022).
Bahkan, Kadin DKI Jakarta mencatat, tingkat konsumsi rumah tangga di Jakarta mempengaruhi kinerja daerah lain, yakni Jawa (21 persen), Bali dan Nusa Tenggara (7 persen), Kalimantan (6 persen), Sumatera (5 persen), dan Sulawesi-Papua (4 persen).
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pada 2019, Jakarta menyumbang 20 persen terhadap PDB sektor perdagangan, dengan pusat jasa keuangannya menyumbang 45 persen.
Sementara itu, pusat layanan perusahaan memberikan kontribusi 68%, pusat pemerintahan dan pertahanan 49%, layanan pendidikan 27 persen, dan industri proses 10 persen, kata badan itu.
Jakarta berkontribusi 17,23 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) negara pada kuartal kedua tahun 2021, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Kadin optimis meski ibu kota direlokasi, perekonomian Indonesia masih akan bertumpu pada Jakarta.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan Jakarta untuk mengantisipasi penurunan kinerja ekonomi pasca pemindahan ibu kota, katanya.
Pemerintah provinsi Jakarta dapat beralih ke ekonomi bernilai tambah tinggi dan berkolaborasi dengan provinsi tetangga, termasuk Jawa Barat dan Banten, sarannya.
Jakarta harus bertransformasi menjadi kota bisnis karena distribusi bisnis di Jakarta didominasi oleh bisnis perdagangan dan ritel skala besar (46,7 persen), akomodasi dan makanan & minuman (16,72 persen), serta industri proses (16,53 persen), kata Kadin.
Dukungan untuk sektor UMKM juga diperlukan karena menyumbang sekitar 93,46 persen bisnis di Jakarta, tambahnya.
Dengan dukungan infrastruktur di Jakarta, kota ini dapat fokus menjadi pusat keuangan dan perbankan menjadi pusat kegiatan logistik dan ekspor-impor, katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mengantisipasi dampak jangka pendek dan jangka panjang dari pemindahan ibu kota.
Dampaknya terhadap belanja rumah tangga, tenaga kerja, investasi, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi harus diantisipasi, katanya.
Sektor-sektor yang terkena dampak langsung juga perlu diidentifikasi, skenario mitigasi disiapkan, serta kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan perguruan tinggi tercapai, tambahnya.
(*)