Intisari - Online.com - Sebuah kerajaan bersuku Bugis berdiri di bagian timur semenanjung Sulawesi Selatan pada abad ke-15 Masehi.
Kerajaan tersebut rakyatnya tentram dan makmur di bawah pimpinan Raja Wajo yang disebut Batara Wajo I dan lanjut ke Batara Wajo II.
Meski begitu, kemakmuran dan ketentraman rakyat mendadak sirna ketika kedua raja itu berpulang.
Raja selanjutnya adalah La Pateddungi To Samallangi yang dikenal pula sebagai Batara Wajo III.
Ia ditunjuk jadi raja karena rakyat tidak lagi tentram dan makmur.
Sayangnya, Batara Wajo III tidak sesuai dengan harapan rakyat karena memimpin secara sewenang-wenang dan dianggap tidak bermoral karena perangai yang buruk.
Salah satu kegemarannya adalah mengambil istri dan anak gadis dari rakyatnya lalu digaulinya.
Persenggamaan bahkan dilakukan dengan terang-terangan.
Buku karya Andi Zainal Abidin berjudul Wajo Abad XV - XVII menjadi sumber kisah sifat tidak terpuji Batara Wajo III, yang ditulis berdasarkan Lontara Kuno.
Diceritakan ketika malam tiba, Batara Wajo III La Pateddungi To Samallangi berkeliling kampung untuk alasan menjaga negerinya.
KOMENTAR