Intisari-Online.com - Sejak awal seiring berkembangnya kebudayaan, prostitusi juga sama berkembangnya.
Dalam budaya Sumeria dari Mesopotamia,salah satu kultus yang paling menonjol adalah dewi Inanna.
Ia juga dikenal sebagai Ishtarna, yang kemudian dikenal sebagai Ishtar dalam budaya regional lainnya.
Sosoknya munculsebagai pelindung pelacur dan salah satu ibadahnya yakni pelacuran kuil.
Berabad-abad setelah masa kejayaan Mesopotamia kuno, pelacuran juga menjadi bagian dari masyarakat Yunani Kuno.
Kata"pornai" berarti pelacur berasal dariYunani yang berarti pornografi.
Pelacur dan pelacuran dalam masyarakat Yunani Kuno merupakan hal yang lumrah.
Athena menjadi pusat praktik para pelacur ini dengan banyak rumah bordil menjamur.
Baca Juga: Jangan Sampai Salah, Inilah Orang Pertama yang Membuat Peta Dunia
Rumah bordil ada tidak hanya untukpenduduk setempat tetapi juga pelancong asing, pedagang, dan pelaut yang datang ke kota.
Dimulai dari periode Archaic Athena padaabad ke-8 dan ke-5 SM, prostitusi tetap ada hingga era Klasik.
Seperti pekerjaan lainnya, pelacur juga diwajibkan membayar pajak penghasilan.
Biasanya mereka yang menjadi pelacur awalnya adalah seorang budak atau wanita asing denganhak terbatas tetapi diizinkan untuk mencari nafkah.
Pornai bisa memilih untuk bekerjadi rumah bordil, tetapi mereka juga dapat menawarkan jasa mereka di jalanan.
Mereka bahkan punya cara menjajakan diri dengan unik yakni menggunakan sandal.
Mereka akan meninggalkan sandal bertuliskan 'ikuti saya' di jalanjalan untuk memikat pendatang baru ke daerah-daerah tertentu di kota.
Ada juga pelacur kelas atas, yang disebut "hetairai," yang diterjemahkan menjadi "pendamping wanita," dan perbedaannya adalah bahwa hetairai dididik dengan baik dengan bakat dalam seni.
Kebanyakan mereka adalah pelacur dari kelas atas.
Laki-laki juga dilacurkan, dan mereka disebut pornoi.
Meskipun mereka menawarkan jasanya kepada wanita, lebih sering bagi mereka untuk melayani pria juga dan setingnya yang lebih tua.
(*)