Mpu Purwanatha awalnya tinggal di Daha, ibu kota Kerajaan Kediri, tapi karena perilaku Raja Kediri, Kertajaya (1194 - 1222 M) yang kejam dan tidak menghormati kaum brahmana, Mpu Purwanatha dan brahmana lainnya pindah.
Mpu Purwanatha menetap di Desa Panawijen (sekarang di sekitar Malang) di lereng Gunung Kawi dan menjadi wilayah Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung selaku adipati (pejabat daerah setara camat).
Tumapel saat itu termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri.
Ken Dedes sudah terkenal begitu cantik dan membuat Tunggul Ametung ingin melihat sendiri kecantikannya, dan saat Tunggul Ametung tiba, Ken Dedes tengah sendirian karena ayahnya sedang di hutan.
Ken Dedes meminta Tunggul Ametung menunggu ayahnya pulang, tapi hasratnya tidak terbendung dan Ken Dedes dibawa paksa ke Tumapel.
Ketika Mpu Purwanatha mengetahuinya, dikisahkan ia murka anaknya hilang dan tak ada satu pun orang yang memberitahu di mana putrinya berada.
Baca Juga: Hikmah Beriman Kepada Hari Akhir Bagi Umat Muslim, Apa Saja? Yuk Catat
Hal itu pun membuat Mpu Purwanatha mengucap kutukan.
“Semoga yang membawa lari anakku tidak akan selamat hidupnya. Semoga ia mati tertikam keris,” kutuk Mpu Purwanatha seperti yang dikutip dari Pararaton oleh Slamet Muljana melalui buku Menuju Puncak Kemegahan (2005).
Kepada penduduk desa, sang empu juga merapal mantra, “Semoga sumur-sumur di Panawijen kering dan sumber-sumber air tidak mengeluarkan air lagi sebagai hukuman karena mereka tidak memberi tahu akan keberadaan anakku.”
“Semoga anakku yang telah mempelajari karma amadangi tetap selamat dan mendapatkan kebahagiaan yang besar,” seru Mpu Puwanatha dalam murkanya.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR