Ketika Sultan Maulana Yusuf berkuasa, Banten menjadi tempat distribusi barang dagangan dari penjuru dunia.
Para pedagang dari Cina, Arab, Persia, Gujarat, Portugis, serta pedagang dari seluruh pelosok nusantara saling bertukar barang dagangannya di Banten.
Situasi perdagangan yang ramai itu pada akhirnya mendorong para pendatang untuk menetap.
Pada masa pemerintahannya pula, dibuat aturan penempatan penduduk sesuai dengan keahlian, daerah asal, serta jabatan tertentu. Misalnya, Kepandean untuk tempat para pandai besi, Pengukiran untuk tempat tukang ukir, atau Pagongan untuk tempat pembuat gong dan gamelan.
Sementara dalam bidang pertanian, Sultan Maulana Yusuf mendorong rakyatnya untuk membuka daerah-daerah baru bagi persawahan, hingga akhirnya mencapai Serang.
Untuk mengairi lahan pertanian, dibuatlah terusan-terusan irigasi dan bendungan-bendungan.
Perhatiannya yang besar terhadap agama Islam dibuktikan dengan memperluas serambi Masjid Agung yang dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin.
Bahkan sebagai kelengkapan, dibangunlah menara dengan bantuan seorang arsitek muslim asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.
Sultan Maulana Yusuf wafat pada 1580 M karena sakit dan dimakamkan di Pekalangan Gede, dekat kampung Kasunyatan sekarang.
Karena itu, setelah meninggal ia diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran Pasarean.
Raja-raja Kesultanan Banten setelah Sultan Maulana Yusuf di antaranya: Maulana Muhammad (1585-1596), Sultan Abdul Muafakir (1596-1651), Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683).
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa-lah, disebut-sebut Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya.
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR