Namanya Dibesar-Besarkan Sebagai Raja Paling Berjaya Memerintah Majapahit, Konon Kelahiran Raja Ini Disambut Letusan Gunung Hingga Gempa Bumi

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi Perang Bubat. Raja Majapahit Hayam Wuruk.
Ilustrasi Perang Bubat. Raja Majapahit Hayam Wuruk.

Intisari-online.com - Majapahit dikenal sebagai kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara.

Kerajaan ini bercorak Hindu, di mana di dalamnya masih mempercayai beberapa peristiwa magis.

Selain itu, kerajaan ini pernah mencapai puncak kejayaan, dengan menguasai Nusantara.

Sosok yang terkenal pernah menyatukan Nusantara pada masa Majapahit adalah patih Gajah Mada.

Namun, selain Gajah Mada ada sosok raja yang dikenal paling berjaya dalam memimpin Majapahit, dia adalah Hayam Wuruk.

Hayam Wuruk disebut sebagai raja yang membawa Majapahit ke puncak kejayaan, dengan menguasai seluruh Nusantara.

Namun, jauh sebelum kisah kepemimpinan Hayam Wuruk, ternyata kelahiran raja agung ini diwarnai peristiwa besar.

Konon peristiwa tersebut tercatat dalam kitab tulisan Empu Prapanca yaitu Negarakertagama.

Baca Juga: Tak Setenar Majapahit, Kerajaan Huristak Justru Tak Tersentuh oleh Penjajah, Bahkan Menjadi Basis Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Baca Juga: Apakah Pajajaran Lebih Kaya Daripada Majapahit? Beginilah Ketika Kerajaan Pajajaran Diselimuti Kekayaan di Bawah Pimpinan Prabu Siliwangi, Benar-benar Bergelimang Harta!

Beberapa peristiwa alam yang menggelegar itu konon muncul ketika calon raja terbesar Majapahit tersebut dilahirkan.

Peristiwa tersebut di antaranya adalah letusan Gunung Kelud, dan juga gempa bumi akibat letusan gunung tersebut.

Pada saat itu tahun 1256 Masehi, terjadi peristiwa alam, di mna terjadi gempa bumi di Pabanyu Pindah.

Dalam pupuh pertama diceritakan bahwa kelahiran Hayam Wuruk disertai dengan meletusnya Gunung Kampud yang diduga adalah Gunung Kelud.

Lalu gempa bumi Pabanyu Pindah itu konon akibat meletusnya Gunung Kampud, yang lokasinya di Kediri, Blitar dan Malang.

Namun, hingga kini peristiwa tersebut tak pernah bisa dibuktikan secara ilmiah.

Sementara Kitab Pararton menceritakan, bahwa Hayam Wuruk adalah Raden Tetep, yang memiliki gelar Sri Rajasanagara atau Hyang Wekasing Suka.

Baca Juga: Ketika Cinta Segitiga Terjadi di Kerajaan Majapahit, Cinta Adik Raja Kedua Majapahit Kandas Karena Status Sosial dan Menikahi Pria Beristri

Baca Juga: Kisah Pilunya Lahirkan Tempat Para Jin Bersemedi kala Bulan Purnama, Inilah Putri Alun, Selir Raja Majapahit yang Dihempaskan Usai Asal-usulnya Terbongkar

Ia memiliki banyak gelar sebagai raja paling berjaya di Majapahit.

Hayam Wuruk sendiri merupakan anak yang lahir dari orang tua Tribhuwana Tunggadewi, dan Sri Kertawardhana.

Kemudian dia naik takhta sebagai penerus Majapahit.

Dia naik takhta dijelaskan dalam pendirian Candi Prapancasapura, yang didirikan saat Hayam Wuruk, dinobatkan sebagai raja Majapahit.

Hayam Wuruk kemudian menjadi Raja dengan nama Abiseka Sri Rajasanagara.

Selama memimpin Majapahit, peristiwa besar yang pernah terjadi adalah Perang Bubat di mana pertempuran Majapahit dengan Kerajan Sunda di alun-alun Bubat.

Hal itu disebabkan oleh kesalahpahaman politik, dan cinta Hayam Wuruk pada putri Sunda Dyah Pitaloka.

Baca Juga: Dijadikan Kambing Hitam Terbelahnya Sunda dan Jawa Akibat Perang Bubat, Rupanya Bukan Gajah Mada Sebenarnya Biang Keroknya, Diduga Sosok dari Luar Nusantara Ini Biang Keladinya

Baca Juga: Inilah Ketika Kerajaan Sunda dan Galuh Disatukan Oleh Prabu Siliwangi Menjadi Kerajaan yang Bahkan Tak Mampu Dikuasai Oleh Majapahit

Gajah Mada saat itu menghendaki pernikahan Dyah Pitaloka dengan Hayam Wuruk sebagai tanda penaklukkan Kerajaan Sunda atas Majapahit, sehingga Dyah Pitaloka dijadikan selir.

Namun, kerajaan Sunda menolak, akhirnya terjadilah pertempuran dengan berakhirnya kekalahan pasukan Sunda, dan bunuh dirinya Dyah Pitaloka yang membuat Hayam Wuruk sedih.

Konon sejak kematian Dyah Pitaloka, Hayam Wuruk sedih dan sakit-sakitan hingga meninggal dunia.

Sementara Gajah Mada berakhir menjadi buronan, dan sebagai penebusan dosa di meninggalkan jabatan dan bertapa menjauh dari kerajaan.

Artikel Terkait